Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Berencana Terbitkan Surat Utang Rp749,2 T di RAPBN 2026

Sri Mulyani berencana menerbitkan surat utang Rp749,2 triliun di RAPBN 2026 untuk mendukung pembangunan dan meredam gejolak ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025).  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerbitkan surat utang sebesar Rp749,2 triliun pada tahun depan sebagai salah satu pembiayaan utang sebesar Rp781,9 triliun.

Hal itu direncanakan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Kemenkeu menyebut bagian dari pengelolaan utang negara tahun depan itu diharapkan dapat mendukung dua agenda utama APBN 2026, yakni untuk meredam gejolak dan mendukung agenda pembangunan.

"Pemerintah memastikan pengelolaan utang berjalan secara prudent, akuntabel, dan terkendali, sehingga dapat dijaga keberlanjutan fiskal," demikian dikutip dalam Buku Nota Keuangan II dan RAPBN 2026, Rabu (20/8/2025).

Adapun pembiayaan utang sebesar Rp781,9 triliun yang dicanangkan pemerintah pada RAPBN 2026 dilakukan dengan dua metode, yakni dengan Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman. Porsi pembiayaan utang dengan SBN merupakan mayoritas.

Pada RAPBN 2026, pemerintah berencana untuk menerbitkan obligasi senilai Rp749,2 triliun atau setara 95,8% dari total utang yang akan ditarik. Total SBN yang diterbitkan tahun depan sudah jauh lebih tinggi dari outlook 2025 yang berada di level Rp585,1 triliun atau naik sekitar 21,9%.

Rencana penerbitan obligasi 2026 itu juga akan menyentuh level tertinggi sejak 2021 lalu di mana pemerintah menerbitkan hingga Rp877,5 triliun saat itu.

Pada 2024, pemerintah sebelumnya menerbitkan SBN senilai Rp450,7 triliun atau lebih tinggi dari periode 2023 yakni Rp308,2 triliun. Sebelumnya pada 2022, pemerintah menerbitkan SBN senilai Rp658,8 triliun.

Penerbitan SBN akan mengacu pada tingkat imbal hasil (yield) SBN dengan tenor yang bersesuaian. Pemerintah menerbitkan SBN di pasar domestik melalui lelang secara reguler maupun di pasar internasional, serta SBN ritel. Sampai dengan saat ini, pemerintah telah menerbitkan lima jenis SBN ritel yaitu Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Ritel (SURI), Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST) dan Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel).

Pemerintah juga sebelumnya telah menerbitkan SBN tematik seperti Green Bond dan Green Sukuk Framework untuk pembiayaan terkait dengan perubahan iklim.

Untuk 2026, penerbitan SBN akan dikelola dengan menguatkan sisi penawaran, infrastruktur dan juga permintaan. Penerbitan obligasi pemerintah itu juga digunakan untuk membiayai proyek-proyek strategis pemerintah melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Sementara itu, porsi pembiayaan utang dari Pinjaman pada RAPBN 2026 dicanangkan sebesar Rp32,7 triliun. Target itu turun apabila dibandingkan dengan outlook 2025 yang mencapai Rp130,4 triliun, atau terkontraksi 74,9%.

"Pinjaman neto tersebut akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri neto sebesar negatif Rp6.536,5 miliar dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp39.210,6 miliar," dikutip dari dokumen Kemenkeu itu.

Tertinggi Sejak Pandemi

Secara umum, rencana pemerintah untuk menarik utang pada 2026 naik hingga Rp781,9 triliun atau level tertinggi sejak pandemi Covid-19 atau 2021. Pada lima tahun silam, utang pemerintah bengkak hingga Rp870,5 triliun.

Rasio utang pun berdasarkan outlook 2025 sebesar 39,9% terhadap PDB. Pemerintah mengeklaim rasio utang Indonesia relatif masih rendah apabila dibandingkan dengan negara peer, hanya lebih tinggi dari Vietnam yakni 32,9% terhadap PDB.

"Meskipun dalam satu dekade terakhir terjadi peningkatan rasio utang dari 24,7% di 2014 menjadi 39,8% di 2024 namun posisi rasio utang Indonesia tetap relatif rendah dibandingkan sebagian besar negara berkembang lainnya," terang Kemenkeu.

Adapun RAPBN 2026 memproyeksikan defisit sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu karena belanja negara lebih besar dari pendapatan negara.

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun. Sementara itu, pendapatan negara hanya sebesar Rp3.147,7 triliun.

Sumber utama pendapatan negara sendiri akan berasal dari penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp2.357,7 triliun. Target itu naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun.

Sumber pendapatan lain yaitu penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang ditargetkan sebesar Rp334,3 triliun. Target itu naik 7,7% dari outlook penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2025 sebesar Rp310,4 triliun.

Di sisi lain, belanja negara akan banyak diarahkan untuk program-program unggulan pemerintah. Prabowo menjelaskan program-program yaitu ketahanan pangan (dialokasikan anggaran sebesar Rp164,4 triliun), ketahanan energi (Rp402,4 triliun), hingga program Makan Bergizi Gratis (Rp335 triliun) yang ditargetkan menjangkau 82,9 juta penerima.

Selain itu, alokasi besar juga disiapkan untuk pendidikan (Rp757,8 triliun) dan kesehatan (Rp244 triliun).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro