Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinilai abai terhadap nasib jutaan petani tembakau, cengkeh, pekerja sigaret kretek tangan (SKT), hingga UMKM yang akan terdampak dari rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Rancangan aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.17/2023 tentang Kesehatan.
“2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600.000 pekerja SKT, UMKM hingga pekerja kreatif akan jadi korban pengetatan kebijakan di hilir yang buru-buru disiapkan pemerintah dengan alasan mengendalikan konsumsi tembakau,” kata Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau (AMTI) I Ketut Budhyman Mudara dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (8/9/2024).
Budhyman menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam menyiapkan aturan di tengah situasi pertumbuhan ekonomi yang melambat. Sebab, kebijakan yang membabi buta berpotensi memperparah jurang pengangguran dan akan menambah beban pemerintahan yang akan datang.
Selain itu, pemerintah harus mempertimbangkan sektor lainnya dalam memberlakukan sebuah kebijakan. Jangan sampai, lanjut dia, rancangan aturan tersebut justru membunuh ekosistem tembakau nasional.
“Ada ancaman nyata di depan mata atas jika tidak peka dan hati-hati dalam menyiapkan aturan,” ujarnya.
Baca Juga
Kalangan petani juga merasa kecewa lantaran Kemenkes tidak melibatkan pemangku kepentingan terdampak dalam proses penyusunan rancangan aturan.
Pemerintah dinilai abai terhadap prinsip partisipasi bermakna dalam Public Hearing Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang diselenggarakan Kemenkes pada Selasa (3/9/2024).
Menurutnya, pemerintah seharusnya wajib memberikan ruang kepada hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan untuk memaparkan fakta dan realita yang ada.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Elemen tersebut tidak diundang, sedangkan pemerintah melibatkan hampir 50 asosiasi elemen pemerhati kesehatan.
Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Muhdi menambahkan, adanya kebijakan ini tidak hanya mengecewakan para petani, tapi juga khawatir hasil produktivitas mereka tidak terserap baik dan berdampak pada turunnya kesejahteraan petani. Padahal, hasil panen tembakau tahun ini sangat baik.
Selain itu, Muhdi menyebut, para petani di sejumlah sentra tembakau seperti Madura, Ngawi, Bojonegoro, dan Temanggung tengah menyiapkan panen.
Alih-alih mendorong dan mendampingi agar kesejahteraan petani meningkat, pemerintah justru menekan para petani dengan peraturan yang sangat mendiskriminasi dan mengancam hajat hidup petani.
“Kemenkes tega sekali dengan petani, mentang-mentang kami rakyat kecil lantas diperlakukan tidak adil,” ungkapnya.