Bisnis.com, JAKARTA — Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mematok asumsi inflasi 2025 untuk dijaga di 2,5%. Asumsi ini dinilai pengamat terlalu pesimistis.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan bahwa inflasi di 2025 seharusnya bisa lebih rendah dari 2,5% atau dari asumsi yang ditentukan tersebut.
"Sebenarnya kalau kita berharap inflasi harusnya bisa lebih rendah dari itu ya, jadi di bawah 2% gitu loh, kalau 2,5% itu masuknya tinggi terutama karena inflasi yang terjadi sejak tahun 2020 sejak pandemi sampai hari ini, itu sangat-sangat signifikan," katanya, saat ditanyai Bisnis, pada Senin (19/8/2024).
Menurutnya, jika melihat harga-harga kebutuhan pokok, misalnya beras, sekarang harga normalnya sudah Rp14.000 per kilogram, padahal dulu sebelum pandemi hanya Rp9.000 per kilogram.
"Itu kan berarti total kenaikannya sangat signifikan kan, kalau nanti tahun 2025 inflasinya segitu ya artinya naik lagi, ya artinya total kenaikannya jadi lebih besar lagi untuk setelah pandemi," ucapnya.
Meski begitu, Teguh memahami bahwa inflasi tinggi tersebut salah satunya karena ekonomi di dalam negeri yang masih belum benar-benar pulih dengan optimal.
Baca Juga
Selain itu, menurutnya, kemungkinan dampak terhadap pasar adalah menjadi kurang optimis, meskipun tidak terlalu pesimis juga, inflasi naik tapi naiknya tidak terlalu.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi menargetkan tingkat inflasi akan tetap terjaga sebesar 2,5% untuk tahun anggaran 2025.
Hal itu disampaikan saat pidato Presiden dalam rangka Penyampaian Pengantar Pemerintah atas RUU APBN Tahun Anggaran 2025 beserta Nota Keuangannya di Gedung MPR/DPR RI, Jumat (16/8/2024).
"Inflasi akan dijaga pada kisaran 2,5%," kata Jokowi di Gedung MPR/DPR RI.
Dia mengatakan, upaya pengendalian inflasi pada tingkat 2,5% pada tahun depan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat tetap kuat.
Sementara itu, pemerintah memperkirakan inflasi akan mencapai kisaran 2,7% hingga 3,2% pada akhir 2024, lebih tinggi dari inflasi tahun lalu yang mencapai 2,16%.