Bisnis.com, JAKARTA — Tren inflasi komponen inti yang menggambarkan daya beli masyarakat terpantau melandai sejak Mei 2025 secara tahunan. Sementara secara bulanan tercatat meningkat, tetapi tetap dalam posisi yang cukup rendah.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi inti pada Juli 2025 sebesar 2,32% year-on-year (YoY) dan 0,13% secara bulanan atau month-to-month (MtM).
Dalam periode tahunan, angka tersebut lebih rendah dari periode Juni yang sebesar 2,37% maupun Mei yang sebesar 2,40%. Sementara secara bulanan, inflasi inti meningkat tipis dari 0,07% pada Juni menjadi 0,13% pada Juli.
“Komoditas yang memberikan andil inflasi pada Juli 2025 di antaranya adalah emas perhiasan, kopi bubuk, dan minyak goreng,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini melalui keterangan pers, Jumat (1/8/2025).
Pudji menjelaskan bahwa komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi YoY adalah emas perhiasan sebesar 0,46% terhadap total inflasi secara umum pada Juli 2025 yang sebesar 2,37% YoY.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan pada dasarnya untuk komponen inti meski melandai, indeks harga konsumen (IHK) pada komponen ini masih mengalami inflasi walaupun tidak setinggi bulan sebelumnya.
Baca Juga
Menurutnya, hal tersebut dipandang karena dipengaruhi oleh perubahan harga yang bisa saja berbeda antara satu barang dengan barang yang lain dan masuk ke dalam kategori perhitungan inflasi inti itu sendiri. Terlebih, emas masih menjadi pendorong utama inflasi inti.
Adapun, kondisi inflasi inti yang melandai terjadi di saat inflasi secara umum justru mengalami peningkatan signifikan. Pada Juni 2025, angkanya 1,87% YoY, sementara pada Juli ke level 2,37%.
Yusuf melihat sebagian besar tekanan inflasi saat ini datang dari kenaikan harga pangan yang terlihat dari lonjakan inflasi volatile food ke posisi 3,82% YoY dan 3,42% (year-to-date/YtD). Pada bulan sebelumnya, inflasi harga bergejolak ini hanya sebesar 0,10% YoY.
Meski Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim bahwa inflasi umum yang meningkat menunjukkan daya beli, Yusuf melihat bahwa nyatanya kenaikan inflasi umum yang lebih didorong dari komponen harga bergejolak ini lebih mencerminkan masalah pasokan atau gejolak harga komoditas pangan, bukan karena masyarakat belanja lebih banyak.
“Dalam kondisi seperti ini, daya beli justru [terindikasi] tertekan, terutama untuk kelompok pendapatan rendah,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (3/8/2025).