Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi rakyat Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945.
Direktur Sistem Manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu, Saiful Islam menuturkan, pemerintah bukan hanya memberikan kemudahan memiliki rumah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang saat ini tengah ramai jadi perbincangan.
FLPP yang dikelola oleh BP Tapera ini menjadi tabungan pemerintah untuk membiayai perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Hingga 2024, total dana yang dikelola mencapai Rp105,2 triliun. Sementara sejak 2010, FLPP telah menjangkau 1,47 juta rumah tangga MBR dengan nilai fasilitas pembiayaan Rp136,2 triliun.
Sementara sepanjang tahun ini hingga Mei 2024, dalam buku APBN Kita tertulis dana FLPP yang telah dikeluarkan senilai Rp6 triliun untuk membiayai perumahan bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah.
Meski demikian, dari sederet program-program yang ada, nyatanya angka ketimpangan kepemilikan rumah atau backlog perumahan masih cukup besar yang mencapai 12,7 juta unit.
Baca Juga
Teranyar, pemerintah akan menerapkan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebagai iuran wajib bagi para pekerja.
Adapun, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho meyakini keberadaan program Tapera akan mampu mengatasi angka backlog tersebut.
BP Tapera punya tenor 35 tahun. Bisa ngga menyelesaikan backlog? Justru dengan makin banyaknya peserta Tapera makin besar kemungkinan kita untuk menyelesaikan backlog,” ujarnya, Jumat (31/5/2024).
Daftar program perumahan pemerintah:
- Insentif Perpajakan untuk Rumah Umum, Pondok Boro (rumah sederhana untuk pekerja sektor informal/buruh tidak tetap).
- Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang dibebaskan PPN (PMK No. 60/2023)
- Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) dengan anggaran Rp3,38 triliun untuk rumah tapak dan satuan rumah susun dengan harga jual paling banyak Rp5 miliar hingga akhir tahun 2024 (PMK No. 7/2024)
- Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) berupa program bantuan Uang Muka KPR sebesar 4 Juta Rupiah untuk wilayah non-Papua dan Rp10 Juta untuk wilayah Papua, yang dimulai sejak 2015
- Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), berupa bantuan untuk meningkatkan kualitas layak huni bagi kelompok masyarakat secara swadaya dengan nilai sebesar Rp17,5 Juta - Rp35 Juta.
- Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus yang ditujukan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang pengusulannya diusulkan oleh Pemerintah Daerah atau Lembaga Penerima Bantuan melalui Kementerian PUPR.