Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkap kondisi perumahan di Tanah Air yang masih dihadapi tiga jenis backlog, yakni kepemilikan, kepenghunian, dan rumah tak layak huni.
Adapun, yang menjadi sorotan yakni backlog kepemilikan rumah yang masih di angka 9,9 juta menurut Susenas BPS Tahun 2023. Angka tersebut menunjukkan adanya gap atau ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan penyebab dari backlog kepemilikan hunian yakni mulai dari kenaikan harga properti, pertumbuhan populasi penduduk yang lebih tinggi dari pertumbuhan pembangunan hunian, serta ketidakpastian ekonomi.
"Namun, penyebab utama terjadinya gap adalah ketidakterjangkauan antara harga rumah yang ada di pasar dengan penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah," kata Herry, dikutip Sabtu (1/6/2024).
Untuk itu, pihaknya telah memberikan fasilitasi, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang disalurkan tahun 2010-sekarang, Subsidi Selisih Bunga/Subsidi Selisih Marjin (SSB/SSM) yang disalurkan tahun 2015-2020.
Adapun, untuk FLPP dan SSB mendapat Bantuan Uang Muka. PUPR menggelontorkan bantuan pembiayaan perumahan tahun anggaran 2024 senilai Rp13,72 triliun untuk membangun 166.000 unit rumah subsidi yang diproyeksi akan 1,3% angka backlog kepemilikan rumah.
Baca Juga
Tak hanya itu, terdapat bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang disalurkan tahun 2017-2022, dan Pembiayaan Tapera.
"Penerapan program Tapera sebenarnya, tidak hanya dijalankan oleh Indonesia, namun juga diterapkan di beberapa negara lain," ujar Herry.
Dia mencontohkan program serupa Tapera yakni program Central Provident Fund (CPF) Singapura yang bersifat wajib. Porsi pendapatan 20% pekerja, 15,5% pemberi kerja. Ini diperuntukkan untuk Dana Pensiun, pembiayaan rumah, layanan kesehatan, dan Fasilitas Pendidikan.
Contoh lain, Employees Provident Funt (EPF) di Malaysia. Sifatnya juga wajib, dengan porsi pendapatan 11% pekerja, 13% pemberi kerja, dengan peruntukkan perumahan, pendidikan, kesehatan.
"Di China, ada program Housing Provident Fund (HPF) yang juga sifatnya wajib, porsi pendapatan 5% hingga 12% berdasarkan gaji, dan diperuntukkan untuk dana pensiun dan pembiayaan rumah," jelasnya.
Untuk itu, menurut dia, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi salah satu langkah penting untuk mengurai polemik perumahan di RI seiring bertambahnya jumlah penduduk saat ini. Di samping pembiayaan perumahan lainnya yang telah disalurkan selama ini.