Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak akan mengubah aturan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng meskipun realisasi masih di bawah target.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan, rendahnya realisasi DMO minyak goreng akibat ekspor yang lesu merupakan siklus tahunan. Menurutnya, kebijakan DMO masih dibutuhkan untuk mengantisipasi gejolak harga crude palm oil (CPO) yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.
"Lesunya ekspor juga merupakan siklus yang normal terjadi di awal tahun," ujar Isy saat dihubungi, Selasa (6/2/2024).
Isy menjabarkan, selama 2023 rata-rata realisasi DMO dari produsen tercatat sebesar 82,3% dari target bulanan yang ditetapkan sebanyak 300.000 ton. Dia pun mengakui, tidak semua produsen memenuhi kewajiban DMO sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 82/2022.
Adapun Isy meyakini harga ekspor CPO akan kembali menggeliat memasuki Maret nanti. Dia merujuk pada kondisi historis tahun lalu, yakni harga CPO yang melonjak hinggga ke level Rp13.000 per kilogram pada bulan Maret 2023. Namun, adanya kebijakan DMO, kata Isy, telah berhasil menjaga harga minyak goreng di pasar domestik saat itu.
"Harga CPO mengalami fluktuasi sepanjang 2023, dengan kondisi tersebut, kami berpendapat bahwa kebijakan DMO belum perlu perubahan," tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Kemendag Bambang Wisnubroto mengatakan, salah satu penyebab harga minyak goreng naik yakni minimnya realisasi DMO dari produsen. Dia menyebut, sejak November 2023 hingga Januari 2024, realisasi DMO cenderung di bawah target bulanan yang ditetapkan sebanyak 300.000 ton.
Dia merinci, realisasi DMO oleh produsen pada November 2023 hanya mencapai 85%, Desember 2023 sebanyak 82% dan Januari 2024 tercatat hanya 69% dari target 300.000 ton.
"Jadi kalau kita lihat Januari 2024 ini realisasi DMO hanya 208.394 ton. Realisasi Januari ini merupakan yang terendah kedua sejak program DMO minyak goreng rakyat pertama kali diluncurkan pemerintah Juni 2022," ungkap Bambang dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi, Senin (5/2/2024).
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono menilai seharusnya harga minyak goreng dalam negeri saat ini lebih stabil di tengah harga CPO yang tidak terlalu tinggi.
Eddy membeberkan, tender harga CPO per 2 Februari 2024 masih di kisaran Rp11.483 - Rp11.634 per kilogram. Namun, sebelumnya Kemendag mencatat rata-rata harga minyak goreng curah secara nasional pada pekan pertama Februari 2024 tercatat Rp14.790 per liter atau naik 2,07% dari pekan sebelumnya sebesar Rp14.511 per liter. Selain itu, harga rata-rata MinyaKita juga naik tipis 0,17% dari Rp15.104 per liter menjadi Rp15.129 per liter.
"Harga [CPO] ya biasa saja, harga minyak goreng dalam negeri seharusnya stabil," jelasnya.
Dia pun memandang bahwa kebijakan DMO seharusnya diberlakukan hanya saat harga CPO di level tinggi hingga mengancam pasokan dalam negeri. Seperti yang terjadi pada 2022. Namun, saat ini menurutnya pasokan dan stok bahan baku minyak goreng domestik masih mencukupi.
Adapun kebijakan DMO saat ini, kata Eddy juga telah menambah beban biaya rata-rata sebesar US$20 per ton. Menurutnya, biaya tambahan itu selama ini menjadi beban para produsen hingga berimbas pada harga Tandan Buah Segar (TBS) petani yang sedikit tertekan.
"Kalau sawit Indonesia lebih mahal, mereka [pembeli] akan beli dari tempat lain, kecuali memang stok minyak nabati dunia menurun dan permintaan naik," ucapnya.