Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah mengimpor 3 juta ton beras pada tahun ini menuai penolakan dari kalangan serikat petani. Aksi unjuk rasa direncanakan bakal digelar dalam waktu dekat.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih tengah merencanakan aksi unjuk rasa menolak impor beras 3 juta ton di tahun ini. Aksi unjuk rasa dijadwalkan bersama Partai Buruh dalam 10 hari mendatang dan tersebar di berbagai wilayah.
"Ya kita akan melakukan mobilisasi, mendesak pemerintah untuk menghentikan impor [beras]. Kita sedang bersiap-siap," ujar Henry saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Henry menjelaskan, para petani mengkhawatirkan impor beras akan memukul harga gabah saat panen raya mendatang. Adapun saat ini rata-rata harga gabah kering panen (GKP) petani masih di kisaran Rp7.000 per kilogram. Adanya agenda impor beras dalam jumlah besar dianggap berisiko menurunkan harga GKP saat panen raya hingga di bawah Rp6.000 per kilogram.
"Nanti kalau sudah panen raya itu mungkin saja di bawah Rp6.000 karena impor beras itu akan datang di musim panen [padi]," kata Henry.
Dia menilai impor beras dengan kuota jumbo dalam dua tahun berturut-turut menandakan kegagalan program pangan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) selama satu dekade memimpin. Adapun pada 2023, pemerintah sendiri telah melakukan impor beras lebih dari 2 juta ton dari berbagai negara di Asean.
Baca Juga
Bukan saja persoalan impor beras, Henry membeberkan bahwa para petani dalam aksi unjuk rasa mendatang juga akan menuntut janji Jokowi soal pupuk organik dan redistribusi tanah bagi petani.
Menurutnya, sebelumnya Jokowi di Tuban dan dalam rapat kabinet terbatas pernah menjanjikan petani akan melakukan transformasi bantuan pupuk dari jenis kimia ke basis organik. Selain itu, para petani juga menagih janji Jokowi untuk mewujudkan reforma agraria melalui redistribusi tanah kepada petani.
"Presiden telah gagal dalam memenuhi komitmen untuk menghentikan impor beras dan memenuhi kedaulatan pangan di Indonesia," ucapnya.
Sebelumnya, Guru Besar IPB University sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Pertanian Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Dia menyebut wacana impor beras 3 juta ton secara nyata telah berdampak pada penurunan harga GKP di tingkat petani. Dari semula Rp7.500 per kilogram menjadi Rp6.800 per kilogram dalam waktu singkat.
"Kan Presiden barusan bilang mau impor 3 juta ton 2024 yang sudah kontrak. Itu batalkan dulu keputusan itu, karena sekarang ini gabah masih langka loh, tapi kenapa harga gabah sudah turun di tingkat usaha tani? Itu karena impor beras yang berlebihan pada 2023," ujar Andreas saat dihubungi, Rabu (3/1/2024).
Menurut Andreas, pembatalan impor beras perlu dilakukan hingga harga gabah di tingkat petani bisa naik. Pasalnya, harga GKP yang terjaga dengan baik bakal mendorong minat petani menanam padi dan produksi bakal melonjak. Adapun saat ini HPP GKP masih ditetapkan di level Rp5.000 per kilogram.
Andreas memperkirakan adanya risiko harga GKP akan anjlok saat panen raya mendatang. Bahkan bisa sampai di bawah Rp5.000 per kilogram.
Di sisi lain, dia justru memproyeksikan produksi beras 2024 akan naik sekitar 3-5% dari produksi 2023. Sejumlah faktor menyebabkan peningkatan produksi beras tahun ini, antara lain karena fenomena El-Nino yang mulai mereda, iklim kembali normal dan harga GKP yang cenderung masih mumpuni.
"Karena itu, yang penting batalkan impor, lalu segera naikkan HPP untuk GKP. Usulan kami dari Rp5.000 ke Rp6.000 [per kilogram]," tuturnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu menyatakan Indonesia akan mengimpor 1 juta ton beras dari India dan 2 juta ton dari Thailand pada 2024. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi pun menyebut impor beras itu akan dilakukan pada awal 2024 untuk mengantisipasi defisit neraca beras bulanan.
Berdasarkan kerangka sampel area (KSA) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional secara bulanan pada Januari 2024 diperkirakan hanya 0,9 juta ton dan Februari 2024 sebanyak 1,3 juta ton. Jumlah produksi tersebut masih di bawah rata-rata konsumsi beras bulanan secara nasional yang berkisar 2,5 juta ton.
"Kita tidak bisa menunggu stok habis sehingga perlu antisipasi agar stabilitas pangan tetap terjaga. Jadi kita perlu siapkan beberapa bulan ke depan," ujar Arief melalui keterangan resmi, Minggu (7/1/2024).