Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mematangkan komersialisasi gas dari proyek LNG Abadi Blok Masela.
Kepastian pembeli gas menjadi bagian penting untuk mengamankan keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID) proyek ladang gas Abadi itu.
“Saat ini, masih dalam fase mendiskusikan dengan Inpex, Pertamina, dan SKK. Belum selesai,” kata Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi saat dikonfirmasi, Selasa (5/12/2023).
SKK Migas telah menghimpun minat dari calon pembeli domestik dan luar negeri dengan kebutuhan gas secara keseluruhan sekitar 25 juta ton per tahun (mtpa).
Beberapa pembeli telah menandatangani letter of intent (LoI), memorandum of understanding (MoU), dan head of agreement (HoA) ihwal kemungkinan pembelian gas dari Lapangan Abadi itu.
Kurnia mengatakan, lembaganya masih menyelaraskan permintaan gas itu dengan rencana profil produksi dari Blok Masela. Di sisi lain, kata dia, penawaran harga dari calon pembeli juga turut menjadi perhatian untuk mengompensasi investasi yang terbilang besar pada proyek strategis nasional (PSN) ini.
Baca Juga
“Perlu waktu untuk finalisasi dan menyampaikan usulan alokasinya kepada Menteri ESDM [Arifin Tasrif],” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM membeberkan biaya investasi dan operasi pengembangan proyek LNG Abadi Blok Masela menyentuh di angka US$34,74 miliar setara dengan Rp535,96 triliun (asumsi kurs Rp15.428 per dolar AS).
Perkiraan biaya untuk rencana pengembangan itu meliputi biaya investasi di luar sunk cost sebesar US$20,94 miliar (termasuk di dalamnya investasi CCS sebesar US$1,08 miliar), biaya operasi sebesar US$12,97 miliar dan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) sebesar US$830 juta.
Estimasi anyar itu muncul selepas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyetujui Revisi 2 Rencana Pengembangan Lapangan yang Pertama (POD I) Lapangan Abadi WK Masela pada 28 November 2023.
Revisi rencana pengembangan itu telah memasukkan investasi pemasangan fasilitas penangkapan karbon atau carbon capture storage (CCS), sementara target operasi proyek dipatok pada 2030 atau 7 tahun mendatang.
“Inpex dapat melaksanakan kegiatan pengembangan Lapangan Abadi sesuai PoD,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji lewat siaran pers dikutip Senin (4/12/2023).
Spesifiknya, Inpex bakal melaksanakan desain dan rekayasa atau front-end engineering and design (FEED) untuk OLNG, FPSO, GEP dan SURF pada 2024, site preparation pada 2025 dan drilling preparation pada 2026.
Seperti diketahui, kontrak kerja sama Blok Masela ditandatangani pada 16 November 1998 untuk jangka waktu 30 tahun dan telah mendapatkan kompensasi waktu 7 tahun serta perpanjangan 20 tahun belakangan. Dengan demikian, kontrak ladang gas Abadi itu bakal berakhir pada 15 November 2055.
Pemegang participating interest Blok Masela saat ini adalah Inpex Masela Ltd (65%) sekaligus sebagai operator, PT Pertamina Hulu Energi Masela (20%), dan Petronas Masela Sdn. Bhd (15%).
Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diperkirakan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta mtpa dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).
Proyek yang semula diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar itu menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex, setelah Ichthys LNG Project di Australia.
Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10% kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang, dan beberapa negara Asia lainnya.