Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah EV: Menyibak Pulau Obi, Menapak Jejak Hilirisasi

Kandungan mineral nikel Pulau Obi kini mulai dihilirisasi, menjadi anak tangga Indonesia masuk dalam rantai pasok Electric Vehicle (EV) global.
Kapal pengangkut olahan nikel di Pulau Obi tengah bersandar pada Senin malam (4/12/2023)/Bisnis- Muhammad Olga
Kapal pengangkut olahan nikel di Pulau Obi tengah bersandar pada Senin malam (4/12/2023)/Bisnis- Muhammad Olga

Bisnis.com, MALUKU UTARA- Sederet catatan sejarah menyebutkan Kepulauan Maluku pernah jadi primadona. Bangsa Barat pernah mengarungi lautan demi menggapai rempah, kini giliran kandungan mineral di perut bumi Maluku yang jadi magnet.

Portugis, Spanyol, Inggris hingga Belanda menyambangi Kepulauan Maluku. Mereka memburu rempah yang pernah sebagai komoditas paling mahal di dunia.

Harta bagi Bangsa Barat, tetapi tulah bagi penduduk setempat. Armada-armada asing pada abad ke-16 dan seterusnya pernah berperang merebut hati raja-raja lokal selaku penguasa lahan dan hasil bumi.

Kepulauan Maluku, khususnya kini wilayah yang masuk dalam Provinsi Maluku Utara sekali lagi menjadi magnet bagi dunia. Bila dulu rempah membawa musibah porak porandanya Kesultanan Ternate, Tidore, hingga Bacan, kini pesona tambang mineral nikel memberi asa yang berbeda.

Kandungan mineral Pulau Obi, salah satu gugusan pulau di Maluku Utara, memberikan semburat harapan terciptanya ekosistem transisi energi masa depan.

Sebagaimana pengamatan Tim Jelajah EV Bisnis Indonesia, nikel Obi jadi roda pembangunan dan geliat ekonomi bagi masyarakat.

Menjangkau Obi sesungguhnya tak mudah. Dari Jakarta, Tim Jelajah harus menempuh penerbangan ke Manado, Sulawesi Utara lebih dulu.

Penerbangan yang memakan waktu tiga jam sekaligus perpindahan zona dari WIB ke WITA. Rute selanjutnya, penerbangan harus dilakukan dengan pesawat ATR propheler ke Bandara Labuhan di Pulau Bacan, dengan transit di Bandara Sultan Baabullah.

Sepenelusuran Bisnis, sejak pesawat berangkat dari Manado, serta transit di Ternate, hampir seluruh penumpang merupakan karyawan tambang Harita Group.

Mereka harus menempuh penerbangan selama 1,5 jam dari Manado. Sesampainya di Bacan, Kapal Masa Jaya telah besandar menunggu.

Kapal Masa Jaya sendiri merupakan angkutan ekslusif dari Harita Group yang diperuntukkan bagi para karyawan. Dalam sehari, Kapal Motor Masa Jaya ini hilir-mudi sebanyak dua kali, pagi berangkat pukul 03.00 WIT dari Obi, kembali melepas jangkar dari Bacan pada pukul 19.00 WIT.

Perjalanan Bacan-Obi memakan waktu selama tiga jam. Kapal Masa Jaya sendiri memiliki kapasitas maksimal penumpang 72 orang.

Selama perjalanan, Tim Jelajah mencermati tenaga kerja Harita Group berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Para pegawai dari luar ini, umumnya telah terbiasa bekerja di area atau sektor tambang.

Harita Group sendiri merupakan konglongmerasi yang telah menggarap tambanf nikel Pulau Obi sejak 2010 silam. Kini, Harita Group yang merupakan pengendali Trimega Bangun Persada Tbk (NCKL) telah memiliki bebeapa entitas usaha dalam ekosistem nikel.

Harita mengelola sedikitnya 5.524 hektar wilayah tambang Pulau Obi. Usaha tambang digarap entitas anak PT TBP (NCKL), sedangkan pemrosesan nikel kadar tinggi saprolit dengan fasilitas RKEF dikerjakan PT Megah Surya Pertiwi.

Di sisi lain, Harita pun ikut menyokong keinginan pemerintah untuk masuk dalam rantai pasok baterai kendaraan global, dengan mendirikan smelter berbasis HPAL. Untuk memrposes nikel kadar rendah atau limonit ini, Harita menyerahkan kepada anak usaha PT Halmahera Persada Lygend (HPL).

Lebih jauh, masih terdapat beberapa ekosistem nikel yang didirikan Harita di Pulau Obi. Ekosistem itu antara lain pabrik feronikel yang digawangi PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF), serta bakal beroperasi PT Obi Nickel Cobalt yang memproduksi nikel sekaligus kobalt sebagai material utama kendaraan listrik.

Dari rantai pasok industri nikel yang diampu Harita, perekonomian Pulau Obi sekaligus Kabupaten Halmahera Selatan dan Provinsi Maluku Utara.

Sebagai gambaran, saat ini saja masyarakat sekitar terlibat aktif membuka bisnis untuk pasokan kebutuhan para pegawai dan aktivitas tambang Harita. Sebanyak 65 pemasok lokal itu, mencatatkan omzet sekitar Rp11 miliar dalam sebulan.

Belum lagi menghitung PAD yang dikantongi pemerintah daerah dari aktivitas Harita. “Harita menyumbang sekitar Rp100 miliar terhadap PAD Kabupaten Halmahera Selatan, dari total PAD sekitar Rp120 miliar,” ungkap Direktur Hubungan Eksternal NCKL Stevie Thomas.

Sebagai penutup, hari pertama perjalanan jelajah yang dimulai dari penerbangan pukul 08.00 WIB dan berakhir di situs tambang Harita Pulau Obi pada pukul 22.30 WIT ini merupakan awalan.

Setidaknya secara kasat mata, buah nikel tak lagi sama dengan kisah rempah yang berakhir dengan penjajahan. Nikel bisa jadi sebagai anak tangga masyarakat Maluku Utara meraih berkah. Semoga.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper