Bisnis.com, JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, anak buah Menkeu Sri Mulyani, mengungkapkan alasan pemerintah pada September 2022. Seperti diketahui, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga 30 persen.
Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu Wahyu Utomo mengungkapkan bahwa pemerintah melakukan penyesuaian dengan setelah melakukan perhitungan kebijakan tersebut dan mencari momentum yang tepat.
“Waktu itu, September kenapa dieksekusi [kenaikan harga BBM]? Krena tren September pola inflasi rendah, jadi itu momentum yang tepat,” ungkapnya dalam dalam Diskusi Publik Indef: Urgensi Reformasi Subsidi Energi secara daring, Selasa (14/2/2023).
Dia melihat dari subsidi yang berlangsung, terdapat masalah seperti subsidi tidak tepat saran dan tidak efektif dalam mengurangi kemiskinan, yang pada akhirnya justru menimbulkan ketidakadilan.
Meski harus melakukan reformasi, Wahyu mengatakan pemerintah tetap menerapkan kehati-hatian dalam proses eksekusi atau menaikkan harga BBM.
Wahyu menekankan bahwa pemerintah selalu mempertimbangkan aspek ekonomi termasuk dampaknya terhadap inflasi, sosial, dan fiskal, serta resistensi publik.
Baca Juga
“Kalau semua terlihat memungkinkan, ini akan jalan. Kalau belum bisa jalan, cari momentum yang tepat,” tambahnya.
Bila mana reformasi tersebut dijalankan, pemerintah juga harus siap dalam memberikan bantalan sosial. Seperti halnya usai penyesuaian harga BBM pada September lalu, pemerintah memberikan bansos tambahan seperti BLT, BSU, serta penggunaan dana transfer umum (DTU) 2 persen di daerah.
“Bisa dilihat di 2022 kemarin, kenapa penyesuaian harga dilakukan? Karena kami hitung betul dampak inflasinya seperti apa, setelah itu reformasi satu paket. Jadi reform jalan, tetapi daya beli masyarakat harus dijaga itu prinsipnya, cari momentum yang tepat,” sambungnya.
Bahkan pada 2022, APBN menggelontorkan hingga Rp551 triliun untuk subsidi dan ketahanan energi. Sementara untuk 2023 di tengah ketidakpastian global, terutama harga minyak dunia yang fluktuatif, APBN hanya mengalokasikan Rp339,6 triliun.
“Sekarang ke depan seperti apa [subsidinya]? Ya mempertimbangkan hal-hal itu dan momentum yang tepat,” tutupnya.