Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) khawatir mandeknya pembahasan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM bakal membuat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali luber tahun ini.
Adapun, usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan tahun lalu. Namun, hingga hari ini, Selasa (14/2/2023), Kementerian ESDM belum kunjung mendapat persetujuan izin prakarsa dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
“Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014 akan berpotensi terjadinya overkuota JBT [jenis BBM tertentu] Solar dan JBKP [jenis BBM khusus penugasan] Pertalite,” kata Tutuka saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).
Menurut Tutuka, pertumbuhan konsumsi dua BBM bersubsidi itu relatif tinggi di kisaran 5 persen hingga 10 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), sampai dengan akhir Desember 2022, realisasi konsumsi Pertalite menyentuh angka 29,23 juta kiloliter (kl) atau 97,73 persen dari kuota 2022 yang ditetapkan sebesar 29,91 juta kl.
Di sisi lain, realisasi penyaluran Solar telah mencapai 17,47 juta kl atau 97,98 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 17,83 juta kl.
Baca Juga
“Potensi overkuota yang kita lihat jadi pertumbuhan pemakaian, kita bicara dari bulan ke bulan naiknya berapa konsumsi,” tutur Tutuka.
Sebelumnya, BPH Migas menetapkan kuota BBM 2023 untuk JBT minyak tanah (kerosene) sebesar 0,5 juta kl, minyak solar sebesar 17 juta kl, sedangkan untuk JBKP Pertalite sebesar 32,56 juta kl.
“Untuk JBKP sendiri kuotanya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, kurang lebih 2,6 juta kl, hal ini didasari oleh tren konsumsi bulanan BBM Tahun 2022 yang sudah mendekati normal setelah mengalami penurunan saat pandemi” kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati melalui keterangan resmi, Jumat (6/1/2023).