Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) meminta pemerintah menggenjot ekspor minyak sawit (crude palm oil/CPO) dengan menghapus sementara Bea Keluar (BK) agar minyak goreng bisa tetap melimpah dengan harga terjangkau. Pasalnya, dengan ekspor yang lancar, produsen bisa menekan produksi minyak goreng.
Plt. Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga mengatakan kebijakan pemerintah yang menahan ekspor CPO sebesar 64 persen justru menekan profit pengusaha. Padahal, dari keuntungan ekspor itu justru untuk menekan biaya agar minyak goreng tetap seusai harga eceran tertinggi pemerintah yaitu Rp14.000 per liter.
“Pasar ekspor harus didorong bukan ditahan. Kalau ditahan sama saja. Kenapa? Dengan pola ini berarti ada subsidi. Minyak goreng curah subsidinya ini, modal CPO Rp11.550 di pabrik, sampai ke pasar Rp500 perak per liter. Per liter yang ditombok pengusaha Rp2.641. itu dari mana itu sumbernya, ya dari ekspor,” ujar Sahat kepada Bisnis, Kamis (9/2/2023).
Dia mengatakan, seharusnya dengan potensi ekspor 5,9 juta ton justru harus direalisasikan. Sebab, menurut dia, pada tahun ini sudah diprediksi tahun lalu bahwa volume pasar global di tahun 2023 ini cendrung turun dari 242,6 juta 2022, hanya 239,2 juta di 2023 CPO atau turun 1,4 persen persen.
“Jadi isu utamanya, mau ditahan 64 persen, enggak ditahan juga emang gak jalan ekspornya. Yang saya heran para pengusaha itu tidak menyampaikan isu sebenarnya ke Pak Luhut [Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan],” tutur dia.
Meski demikian, Sahat memaklumi langkah pemerintah tersebut agar produsen memprioritaskan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu. Apalagi, saat ini mendekati hari besar kegamaan seperti Ramadan dan Iduil Fitri.
Baca Juga
“Kenapa ditahan ekspornya, saya gak ngerti siapa yang bisikin. Tapi saya paham tujuannya untuk kepentingan dalam negeri. Tapi bukan itu isu utamanya,” imbuh Direktur Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) itu.
Lebih lanjut, Sahat mengingatkan kembali himbauan Luhut pada 2022 lalu bahwa untuk mengamankan pasokan minyak goreng semua pihak harus bergotong royong. Misalnya, kata dia, Kementerian Keuangan harus memberi kelonggaran ekspor yaitu dengan menghapus BK ekspor.
“Kemenkeu bisa menghapus sementara sampai Lebaran BK dinolkan yang US$52 itu. sekarang kan harga CPO US$880 per ton, dapatlah pengusaha untuk biaya minyak goreng,” ujarnya.
Kemudian, Sahat pun mendesak agar peritel tidak memanfaatkan momentum ini untuk mengambil margin yang tinggi. “Saran saya, karena arahan pak Luhut, peritel jangan menggaruk di kesempatan ini,” tegasnya.
Sahat pun berharap pemerintah mengambil alih distribusi minyak goreng khususnya Minyakita oleh BUMN seperti Bulog dan ID Food agar mudah terawasi.
“Kenapa misalnya, Minyakita disalurkan ke modern market. Itu salah. Tidak belajar dari tahun lalu. Akibatnya, orang yang mampu premium, dia lari ke Minyakita Rp14.000. Kita orang kaya saja cari BPJS . karakter itu harus dilihat,” tutur Sahat.