Investasi Manufaktur
Dari sisi investasi, sektor manufaktur berhasil menorehkan pertumbuhan sepanjang tahun ini. Pada Januari - September 2022, manufaktur berhasil merealisasikan investasi senilai Rp365,2 triliun.
Merujuk data Kementerian Investasi/BKPM, pada Januari-September 2022, sektor industri manufaktur memberikan kontribusi sebesar 40,9 persen terhadap total investasi yang mencapai Rp892,4 triliun.
Secara kumulatif, investasi di Indonesia tumbuh 35,3 persen (y-o-y), dan selama 9 bulan terakhir berhasil mencapai 74,4 persen dari target Rp1.200 triliun pada 2022.
Sementara itu, penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor industri manufaktur mencapai Rp104,9 triliun. Subsektor yang memberikan andil paling besar adalah industri makanan senilai Rp38 triliun atau 9,2 persen dari total realisasi PMDN yang mencapai Rp413,1 triliun.
Kemudian, penanaman modal asing (PMA) di sektor industri manufaktur menembus Rp260,3 triliun untuk periode yang sama.
Subsektor yang berkontribusi paling besar adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya hingga menyentuh US$8,5 miliar atau berkontribusi 25,3 persen dari seluruh realisasi PMA yang berada di angka Rp479,3 triliun.
Baca Juga
Namun, RI seharusnya tidak terlena dengan pencapaian tersebut. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Wijaya Kamdani, terdapat keraguan dari para investor terkait dengan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Tanah Air.
Shinta mengatakan Indonesia saat ini masuk ke dalam daftar priority watchlist Amerika Serikat untuk kategori pelanggaran HAKI. "Selama Indonesia menjadi priority watchlist, saya rasa AS akan segan untuk menciptakan supply chain di Indonesia," kata Shinta kepada Bisnis.
Hal ini tentu saja berlaku bagi semua subsektor manufaktur. Termasuk potensi-potensi anyar industri pengolahan dalam negeri seperti subsektor semikonduktor atau cip.
Sebagai contoh, semikonduktor memerlukan silika dan bauksit (galium). Indonesia merupakan negara sumber bauksit terbesar. Demi hilirisasi, pemerintah pun akhirnya menyatakan penerapan larangan ekspor bauksit.
Namun, Shinta menilai kekayaan sumber daya itu hanya satu dari sekian banyak faktor investor mau menanamkan modalnya di suatu negara. Perihal estetika dan etika seperti perlindungan HAKI merupakan salah satu faktor lainnya.
Dengan kata lain, meskipun tren realisasi Indonesia tahun ini bagus, pemerintah dan dunia usaha harus bisa menemukan titik terang untuk membenahi perihal pelanggaran HAKI agar tekad investor kian bulan untuk menaruh modal di sini.
Pada akhirnya, hal-hal konseptual seperti HAKI lah yang dapat memberikan banyak perhitungan dari para investor. Apabila konsepnya tidak berjalan, maka industri padat karya yang harus punya investor potensial bisa kehilangan penerimaan investasinya.