Bisnis.com, JAKARTA – Sekitar 5 bulan sejak ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, kebijakan pembatasan volume gas dalam skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sektor industri mendapatkan respons dari dunia usaha.
Sekadar informasi, beleid yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025, yang ditandatangani Menteri ESDM pada 26 Februari 2025.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Akhmad Ma’ruf menilai pembatasan volume yang terlalu ketat berisiko menghambat pertumbuhan industri, meskipun pengelolaan sumber daya energi harus dilakukan secara bijak.
“HKI memahami bahwa pengelolaan sumber daya energi harus dilakukan secara bijak, tapi pembatasan volume yang terlalu ketat berpotensi menghambat pertumbuhan industri,” kata Ma’ruf dalam siaran pers, Kamis (14/8/2025).
Terkait dengan hal itu, sambungnya, HKI siap berdialog dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk merumuskan mekanisme yang optimal, memastikan pasokan energi efisien, serta menjaga keberlanjutan fiskal.
HKI menilai ada 6 poin penting yang perlu diperhatikan pemerintah. Pertama, keberlanjutan Kebijakan HGBT sebaiknya tidak hanya dipertahankan, tapi memiliki kepastian hukum perusahaan untuk jangka panjang agar industri dapat menyusun rencana biaya produksi dan investasi dengan stabil.
Baca Juga
Kedua, perluasan penerima manfaat skema HGBT perlu diperluas mencakup lebih banyak sektor industri strategis dan kebutuhan kawasan industri yang menjadi motor penggerak ekspor, substitusi impor, dan penciptaan lapangan kerja.
Ketiga, prioritas bagi industri dalam negeri pasokan energi, khususnya gas, harus diprioritaskan untuk industri dalam negeri. Dengan dukungan energi yang cukup dan kompetitif, industri nasional dinilai berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam 5 tahun ke depan.
Keempat, sinergi dengan Program Hilirisasi HGBT harus terintegrasi dengan agenda hilirisasi industri nasional sehingga dampak ekonominya lebih luas dan memberikan multiplier effect yang signifikan.
Kelima, impor gas bagi kawasan industri apabila pasokan domestik belum mencukupi, pemerintah dapat mempertimbangkan opsi impor gas yang diperuntukkan khusus bagi kawasan industri, dengan mekanisme pengawasan dan tata niaga yang transparan untuk memastikan ketersediaan pasokan bagi industri dengan harga kompetitif.
Keenam, penetapan HGBT untuk penetapan HGBT hendaknya menggunakan mata uang rupiah untuk memperkuat nilai tukar sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang; dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, tambahnya, HGBT telah terbukti membantu perusahaan-perusahaan industri di dalam kawasan industri untuk menjaga stabilitas biaya produksi, mendorong ekspansi usaha, dan mempertahankan lapangan kerja di tengah dinamika harga energi global.
"Ketersediaan energi dengan harga terjangkau adalah kunci bagi industri untuk tumbuh berkelanjutan. HGBT bukan hanya instrumen insentif saja namun merupakan fondasi untuk menarik investasi baru dan menguatkan basis manufaktur nasional," ujar Ma’ruf.