Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan belum mempertimbangkan penerapan tarif tambahan terhadap China yang membeli minyak Rusia, meski membuka peluang langkah tersebut ditempuh dalam dua hingga tiga pekan ke depan.
Dalam wawancara dengan Sean Hannity dari Fox News, Trump ditanya apakah dirinya mempertimbangkan tindakan serupa terhadap Beijing setelah pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska gagal menghasilkan kesepakatan untuk menghentikan atau menangguhkan perang di Ukraina.
“Karena apa yang terjadi hari ini, saya rasa saya belum perlu memikirkannya sekarang. Mungkin dalam dua atau tiga pekan ke depan, saya akan mempertimbangkannya, tetapi untuk saat ini belum. Saya pikir pertemuan tadi berjalan sangat baik,” ujar Trump seusai KTT dengan Putin dikutip dari Reuters, Senin (18/8/2025).
Trump sebelumnya mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Moskow, termasuk sanksi sekunder bagi negara pembeli minyak Rusia, apabila tidak ada langkah nyata untuk mengakhiri perang di Ukraina. China dan India saat ini menjadi dua importir terbesar minyak Rusia.
Pekan lalu, Trump telah memberlakukan tambahan tarif 25% atas barang-barang asal India dengan alasan negara tersebut terus meningkatkan impor minyak dari Rusia. Namun, hingga saat ini Trump belum mengambil langkah serupa terhadap China.
Jika Trump benar-benar memperluas sanksi dan tarif terkait Rusia, ekonomi China yang tengah melambat berpotensi semakin tertekan.
Saat ini, Xi Jinping dan Trump masih mengupayakan kesepakatan dagang yang dapat meredakan ketegangan sekaligus menurunkan bea impor antara dua ekonomi terbesar dunia.
Namun, China tetap berisiko menjadi target utama berikutnya, selain Rusia, jika Trump meningkatkan langkah-langkah hukuman tersebut.