Bisnis.com, JAKARTA - Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan akan menaikkan tarif terhadap negara-negara pembeli energi Rusia, termasuk China, setelah sebelumnya mengancam India atas impor minyak dari Moskow.
Melansir Bloomberg pada Rabu (6/8/2025), saat ditanya apakah dia akan melanjutkan ancamannya untuk mengenakan tarif terhadap negara-negara lain, termasuk China, Trump menyebut AS akan melakukan cukup banyak kebijakan terkait hal itu.
“Kita lihat saja apa yang terjadi dalam waktu dekat," ujar Trump.
Trump juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah menyebutkan angka persentase untuk tarif yang akan dikenakan terhadap mitra dagang Rusia. Padahal, awal bulan ini, Trump sempat menyatakan kepada wartawan bahwa dia berencana mengenakan tarif sekitar 100% jika tidak ada kesepakatan dalam 50 hari.
Pernyataan terbaru ini menunjukkan kemungkinan Trump tidak akan menjalankan ancamannya secara penuh.
“Kami punya pertemuan dengan Rusia besok. Kami akan lihat perkembangannya, dan mengambil keputusan saat itu juga," kata Trump.
Baca Juga
Utusan khusus AS, Steve Witkoff, dijadwalkan bertolak ke Rusia pekan ini untuk menggelar pertemuan dengan pejabat Moskow, menjelang tenggat 8 Agustus yang ditetapkan Trump bagi Rusia untuk mencapai gencatan senjata dengan Ukraina.
Sejumlah sekutu Ukraina sebelumnya menuding bahwa pembelian energi Rusia oleh negara-negara seperti China dan India telah memperkuat perekonomian Presiden Vladimir Putin, sekaligus mengurangi tekanan terhadap Moskow untuk mengakhiri perang yang kini memasuki tahun keempat.
Dalam wawancara terpisah dengan CNBC pada Selasa pagi, Trump secara khusus menegaskan rencananya untuk meningkatkan tarif terhadap India.
“Kami sudah tetapkan tarif sebesar 25%, tapi saya pikir dalam 24 jam ke depan akan saya naikkan secara signifikan, karena mereka membeli minyak dari Rusia. Mereka sedang mendanai mesin perang. Dan kalau mereka tetap melakukannya, maka saya tidak akan tinggal diam," ujar Trump.
Namun di sisi lain, Trump juga menyatakan bahwa AS sangat dekat mencapai kesepakatan dengan China untuk memperpanjang gencatan senjata dagang. Kesepakatan ini sebelumnya memungkinkan kedua negara saling menahan diri dari kenaikan tarif balasan dan melonggarkan pembatasan ekspor untuk produk magnet tanah jarang serta teknologi tertentu.