Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan pengeluaran jelang Lebaran akan menjadi penopang kinerja manufaktur pada kuartal kedua tahun ini meski inflasi masih membayangi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar mengatakan berbeda dari tahun lalu di mana ekspansi manufaktur banyak disumbang oleh sektor konstruksi yang bergeliat, pada dua kuartal pertama 2022, sektor konsumsi dan ritel menjadi pendorong utama. Selain momentum Lebaran, Bobby menilai ekspansi pada kuartal II/2022 juga didorong sentimen liburan sekolah pada tengah tahun ini.
"Ada bulan puasa dan Lebaran, konsumsi makanan dan minuman pasti naik, orang beli baju dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan liburan anak sekolah, itu ada korelasinya," kata Bobby saat dihubungi Bisnis, Senin (18/4/2022).
Sebelumnya, Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) pada kuartal I/2022 tercatat 51,77 persen. Pada kuartal II/2022, BI memperkirakan PMI akan melonjak ke angka 56,06 persen didorong volume produksi dan pesanan yang naik signifikan.
Bobby melanjutkan memang ada ancaman kendala pasokan dan harga bahan baku yang melonjak karena faktor geopolitik. Namun, dalam jangka pendek dia memperkirakan konsumsi masyarakat akan tetap mengalir deras.
Sementara itu, jika laju inflasi terus berlanjut, konstruksi kemungkinan akan menjadi salah satu sektor yang terdampak besar karena ketergantungannya terhadap barang-barang impor.
Baca Juga
"Banyak yang mungkin melakukan wait and see dari proyek, tetapi ini baru berlangsung dua-tiga bulan. Kita lihat dua-tiga bulan ke depan," lanjutnya.
Di sisi lain, Bobby menilai alokasi belanja APBN dan APBD untuk produk dalam negeri sebesar Rp400 triliun pada tahun ini akan turut menopang kinerja industri. Pasar dalam negeri akan lebih terbuka sehingga menaikkan utilitas kapasitas produksi sektor-sektor yang selama ini masih cenderung rendah produktivitasnya.
Adapun, berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, kapasitas produksi terpakai pada triwulan I 2022 tercatat sebesar 73,08 persen, meningkat dari 72,60 persen pada triwulan sebelumnya. Meski demikian, capaian tersebut masih lebih rendah dibandingkan rata-rata tiga tahun terakhir sebesar 74,52 persen.
Penggunaan tenaga kerja terindikasi membaik meski masih berada dalam fase kontraksi. Sementara itu, kondisi keuangan dunia usaha terindikasi membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya, khususnya dari aspek likuiditas, disertai akses pembiayaan yang lebih mudah.