Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diadang Inflasi, Ekonom Nilai Kinerja Manufaktur Tak Akan Sekuat Proyeksi BI

Pengamat menilai Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) Pada kuartal kedua tahun ini belum akan menyentuh angka 55 persen, meski masih akan ekspansif terdorong naiknya permintaan jelang Lebaran. Angka itu tak seperti yang diproyeksikan Bank Indonesia sebesar 56,06 persen.
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai kinerja industri manufaktur pada kuartal II/2022 akan tertahan laju inflasi dan pasokan bahan baku yang belum mereda.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohamad Faisal menaksir Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) Pada kuartal kedua tahun ini belum akan menyentuh angka 55 persen, meski masih akan ekspansif terdorong naiknya permintaan jelang Lebaran. Angka itu tak seperti yang diproyeksikan Bank Indonesia sebesar 56,06 persen.

"Saya rasa untuk meningkat sangat tinggi sampai 56 persen kemungkinannya kecil karena faktor kenaikan harga komoditas, dan juga ada inflasi dari PPN dan lain-lain," kata Faisal kepada Bisnis, Senin (18/4/2022).

Sebelumnya, PMI-BI pada kuartal I/2022 tercatat sebesar 51,77 persen meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 50,17 persen. Kenaikan volume produksi dan pesanan diperkirakan akan menimbulkan lonjakan angka PMI-BI hingga 56,06 persen pada triwulan kedua 2022.

Faisal melanjutkan, kenaikan harga komoditas sejauh ini telah memberikan tekanan yang signifikan pada ongkos produksi yang juga berdampak pada profitabilitas industri. Di sisi lain, ada pula tekanan dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai April 2022.

"Memang akan meningkat dibandingkan kuartal I tapi untuk mencapai 56 persen sulit," lanjutnya.

Dia juga mengatakan survei dalam PMI-BI umumnya hanya melibatkan pelaku industri besar dan menengah saja. Hal itu kemungkinan yang menyebabkan adanya distorsi karena tak menyertakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sementara itu, pada paruh kedua tahun ini diharapkan perang Rusia-Ukraina sudah mereda sehingga dapat menurunkan tekanan pada rantai pasok dan bahan baku. Meski demikian, laju permintaan setelah kuartal II/2022 akan kembali ke posisi normal seiring berlalunya momentum Lebaran.

Faisal mengatakan manufaktur memiliki peluang tetap tumbuh ekspansif pada semester kedua mendatang. Namun, permintaan yang kembali melandai akan menahan proyeksi ekspansi ke titik maksimal.

"Di semester kedua mungkin konflik sudah selesai, kemungkinan tekanan ke biaya produksi akan lebih rendah, tetapi untuk sampai ke 55 persen setelah kuartal dua itu juga berat," kata Faisal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper