Bisnis.com, JAKARTA – Guna mencegah kelangkaan BBM serta menghadapi kenaikan minyak mentah dunia yang dipicu oleh situasi politik global yang penuh ketidakpastian, pemerintah melalui Kementerian ESDM mengajukan usulan untuk penambahan kuota BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar kepada DPR.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan penambahan volume kuota BBM Subsidi Pertalite dan Solar merupakan strategi jangka pendek pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi serta memperhatikan besarnya disparitas harga antara BBM subsidi dengan nonsubsidi.
"Situasi politik global telah menyebabkan harga minyak mengalami kenaikan di mana rata rata ICP Maret 2022 mencapai US$98,4 per barel. Angka ICP ini jauh di atas asumsi APBN yang hanya US$63 per barel," terang Arifin rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI Rabu (13/04/2022).
Arifin menerangkan, pemerintah berencana menambah kuota solar subsidi sebanyak 2,28 juta kiloliter menjadi 17,39 juta kiloliter. Pemerintah menambah kuota solar subsidi karena solar subsidi mengalami kelebihan kuota realisasi penyaluran sebanyak 9,49 persen periode Januari sampai Maret 2022 akibat peningkatan aktivitas pertambangan dan perkebunan.
Sementara itu, penambahan kuota Pertalite mencapai 5,45 juta kiloliter menjadi 28,50 juta kiloliter karena kelebihan kuota realisasi penyaluran sebesar 14 persen pada periode Januari sampai Maret 2022.
Arifin mencatat, sebelumnya volume kuota Pertalite adalah 23,05 juta kiloliter dengan angka realisasi 6,48 juta kiloliter sampai dengan 2 April 2022, sehingga menyisakan 16,57 juta kiloliter. Sedangkan volume kuota solar subsidi sebanyak 15,10 juta kiloliter dengan realisasi penyaluran mencapai 4,08 juta kiloliter dan menyisakan 11,02 juta kiloliter pada APBN 2022.
Baca Juga
Arifin memaparkan, usulan penambahan kuota BBM diajukan karena selama periode Januari hingga Maret 2022, Kementerian ESDM mencatat kelebihan konsumsi bahan bakar jenis Pertalite sebesar 14 persen, solar sebanyak 9,5 persen dan minyak tanah sekitar 10,09 persen.
Hal itu, menurut Arifin, dipicu oleh proses pemulihan ekonomi dari dampak covid yang lebih cepat dari perkiraan. Pemulihan itu memicu peningkatan konsumsi BBM.
Selain itu, sambung Arifin, peningkatan konsumsi juga dipicu kenaikan harga BBM jenis Pertamax. Kenaikan memicu peralihan konsumsi BBM dari Pertamax ke Pertalite yang harganya lebih murah.
"Kita ambil contoh kemarin dengan kenaikan (harga) Pertamax ternyata di lapangan terjadi penurunan konsumsi Pertamax, dan di lain sisi terjadi kenaikan konsumsi Pertalite," kata Arifin.
Arifin menyatakan bahwa stok yang disiapkan sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan Pertalite di masyarakat. Akan tetapi, akibat peralihan dari Pertamax ke Pertalite perlu langkah preventif untuk menjamin ketersediaan pasokan, guna mencegah kelangkaan BBM.
"Ini harus kita lakukan langkah antisipasi, karena kita juga sudah menyiapkan stok yang cukup sebetulnya untuk Pertalite dengan konsumsi yang kita perkirakan tidak ada shifting dari Pertamax ke Pertalite," tegasnya.
Arifin juga memastikan akan menjaga ketersediaan pasokan dan distribusi BBM terutama saat periode Ramadan dan Idul Fitri.
"Kami lakukan pengawasan dan penindakan penyalahgunaan BBM serta memaksimalkan fungsi digitalisasi SPBU," tandasnya.