Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengapa Harga Teknologi Pembangkit EBT Mahal? Ini Penjelasannya

Teknologi untuk pembangki energi terbarukan saat ini masih sangat mahal.
Penampakan udara Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Sebira 400 kWp./Dok. PLN Enjiniring
Penampakan udara Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Sebira 400 kWp./Dok. PLN Enjiniring

Bisnis.com, JAKARTA - Inovasi teknologi pada pembangkit listrik baik tenaga fosil maupun energi terbarukan masih menghadapi persoalan harga. Teknologi diperlukan untuk menekan emisi karbon dari pembangkit tanpa meningkatkan biaya penyediaan listrik.

Electricity System Planning Division PT PLN (Persero) Edwin Nugraha Putra mengatakan bahwa saat ini teknologi untuk pembangkit masih sangat mahal. Harga teknologi tersebut jauh melebihi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.

Salah satunya adalah penerapan inovasi teknologi baterai pada pembangkit listrik tenaga surya. Perangkat ini diperlukan untuk menutupi kekurangan solar panel yang bersifat intermiten. Adanya baterai membuat daya dari pembangkit dapat terus disalurkan selama 24 jam.

“Akan tetapi harganya sekarang masih sangat mahal,” katanya saat webinar FGD Indonesia Menuju Net Zero Emission, Rabu (8/12/2021).

Berdasarkan analisa PLN, biaya solar panel mencapai US$4 sen/kWh. Selain itu diperlukan teknologi solid state battery storage agar pembangkit dapat beroperasi selama 24 jam sehari. Namun harga baterai masih sangat tinggi mencapai US$13 sen/kWh.

Alhasil harga perangkat PLTS bersama teknologi bateral dapat mencapai US$17 - 18 sen/kWh. Angka ini jauh lebih mahal dibandingkan pembangkit listrik batu bara (PLTU) sekitar US$6 sen/kWh.

Menurutnya, penerapan teknologi ini tidak dapat dilakukan pada pembangkit skala besar. Pasalnya penerapan pada pembangkit besar menyebabkan pembengkakan biaya pokok penyediaan listrik. Bila diterapkan, maka harga listrik akan mengalami kenaikan.

Saat ini, teknologi tersebut hanya dapat dilakukan pada wilayah yang masih menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Ongkos pembangkit diesel saat ini mencapai US$20 sen/kWh. Biaya ini masih lebih mahal dibandingkan dengan PLTS.

Edwin berharap inovasi terhadap energi terbarukan dapat berlangsung cepat. Di masa depan dia meyakini solar panel akan lebih murah mencapai US$2,5 sen/kWh. Ditambah lagi dengan inovasi redox flow battery storage dengan biaya hanya US$3,5 sen/kWh.

Inovasi tersebut kata dia akan membuat biaya produksi listrik EBT hanya sekitar US$6-7 sen/kWh. “Kalau [teknologi ini sudah] ada maka bisa bersaing dengan energi PLTU,” katanya.

Hingga kini, data Kementerian ESDM mencatat bauran energi bersih atau EBT hanya berkontribusi 11,2 persen terhadap kebutuhan nasional. Sementara itu, batu bara masih mendominasi sekitar 38 persen, minyak bumi 31,6 persen dan gas alam 19,2 persen.

Berdasarkan rencana umum energi nasional (RUEN), pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan dapat mencapai 23 persen pada 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper