Bisnis.com, JAKARTA - Sejak pertengahan 2020, pemerintah mendesain kebijakan fiskal yang luar biasa (extraordinary policy) untuk atasi pandemi. Kebijakan ini harus dilakukan karena perubahan yang terjadi sangat timpang dan cepat.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa saat itu, proyeksi ekonomi dunia dari semula tumbuh 3 persen jadi minus 3 persen. Indonesia sendiri realisasi produk domestik bruto (PDB) minus 5,32 persen pada kuartal II/2020.
“Policy yang kita lakukan adalah APBN diubah dengan Perpu 1/2020 yang kemudian menjadi UU 2/2020 sebagai landasan awal. Lalu APBN diperlebar defisit jadi 6,32 dengan realisasi 6,1 persen,” katanya pada diskusi virtual, Kamis (28/1/2021).
Suahasil menjelaskan bahwa belum pernah dalam sejarah Indonesia, sejak berlakukan UU Keuangan Negara pada 2003 defisit di atas 3 persen.
Akan tetapi bukan hanya kebijakan yang luar biasa saja yang dilakukan. Kegiatan ekonomi bagaimanapun harus berputar meski pandemi.
Oleh karena itu, kebijakan membuka kembali pembatasan (reopening policy) harus dilakukan. Dunia usaha perlahan perlu kembali bergerak. Dibukanya kegiatan ekonomi tetap tidak melupakan Covid-19. Istilah yang digunakan pemerintah adalah gas dan rem.
Baca Juga
Suahasil menuturkan bahwa kegiatan ekonomi dibuka tapi dengan protokol kesehatan. Saat itu, pemerintah mengas kegiatan ekonomi. Apabila kasus Covid-19 naik, rem dilakukan. Kebijakan ini sudah dilakukan dalam setengah tahun terakhir dan akan dilanjutkan pada tahun ini.
“Kita pikirkan recovery. Kita ingin keluar dari pademi tidak hanya cepat tapi juga reform policy yang lebih baik untuk Indonesia. Kita harus buat pijakan yang lebih solid untuk Indonesia ke depan sehingga ekonomi kita bukan hanya recovery dilakukan, kita punya pijakan yang jauh lebih kuat,” jelasnya.