Bisnis.com, JAKARTA - Lembagaa independen bidang logistik, Supply Chain Indonesia, menilai pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan akan menghadapi sejumlah tantangan terutama dari sisi konektivitas antarmoda dan multimoda.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan konektivitas antarmoda dan multimoda tersebut terkendala pada simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan, bandara, dan terminal barang.
"Diperlukan perbaikan dan pengembangan infrastruktur seperti dermaga pelabuhan berikut peralatan bongkar muatnya," jelasnya kepada Bisnis.com, Kamis (7/11/2019).
Selain masalah pada simpul transportasi, inefisiensi juga menjadi tantangan lain karena masalah muatan balik. Ketidakseimbangan muatan ini terjadi terutama karena ketidakseimbangan pertumbuhan antarwilayah yang bisa dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan analisis SCI terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS), Pulau Jawa masih mendominasi dengan kontribusi terhadap PDB pada 2018 sebesar 58,48 persen; diikuti Sumatra sebesar 21,58 persen.
Sementara itu, kontribusi wilayah lainnya sangat kecil, baik Kalimantan (8,20 persen), Sulawesi (6,22 persen), Bali dan Nusa Tenggara (3,05 persen), dan Papua (2,47 persen).
Baca Juga
"Solusi jangka pendek berupa pengembangan sistem informasi muatan. Diperlukan aplikasi yang mempertemukan informasi muatan dan ketersediaan sarana pengangkutan," paparnya.
Adapun, solusi jangka panjang berupa peningkatan muatan balik dengan pengembangan komoditas dan produk melalui industrialisasi. "Pemerintah harus melakukan pengembangan wilayah dengan menerapkan paradigma 'ship promotes the trade'. Untuk wilayah yang sudah berkembang, masih bisa digunakan paradigma ship follows the trade," ujarnya.
Lebih lanjut, infrastruktur seperti pelabuhan dan jalan harus dikembangkan berdasarkan analisis potensi dan rencana pengembangan komoditas dan produk wilayah.
SCI melihat upaya pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang dilakukan secara masih oleh Presiden Jokowi pada periode pertama sudah mulai memberikan hasil yang diindikasikan dengan pertumbuhan PDB wilayah.
Dia mencontohkan, walaupun distribusi terhadap PDB terendah, tingkat pertumbuhan kontribusi wilayah Papua, justru tertinggi yaitu 6,99 persen. "SCI merekomendasikan pembangunan infrastruktur yang tidak berorientasi terhadap output, seperti jumlah pelabuhan dan bandara, panjang jalan, dan sebagainya," katanya.
Orientasi pembangunan tersebut, terangnya, harus terhadap outcome, untuk pelabuhan, misalnya jumlah kontainer atau volume barang yang ditangani.
Lebih dari itu, indikator keberhasilannya berupa dampak (impact), seperti tingkat pertumbuhan industri dan ekonomi wilayah setempat harus menjadi acuan dari pembangunan infrastruktur tersebut, bukan sekedar membangun.