Bisnis.com, JAKARTA — Anggaran skema fasilitas likuiditas permbiayaan perumahan yang sudah nyaris ludes membuat banyak pengembang menghentikan pembangunan rumah bersubsidi.
Untuk mengatasinya, pengembang bisa saja memindahkan skema pembiayaan rumah yang sudah terbangun lewat bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) meskipun kuotanya juga tidak banyak.
Namun, selama ini, beberapa pengembang terkendala oleh keharusan memiliki surat laik fungsi (SLF) untuk rumah yang dibangun. Pasalnya, tak semua pemerintah daerah bisa membuat SLF tersebut.
Wakil Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Gani mengatakan bahwa selama ini SLF telah menghambat penggunaan BP2BT sehingga dari kuota yang disediakan sebanyak 14.000 banyak yang tak terpakai.
“Menurut saya, kalau bisa penerbitan SLF dipermudah, dipindah ke pihak ketiga yang sudah punya surat keterangan ahli [SKA]. Nah, kalau di pemda kan enggak semuanya punya dan siap,” ungkapnya kepada Bisnis saat ditemui Kamis (5/9/2019).
Pihak ketiga yang dimaksud adalah konsultan yang sudah mempunyai SKA atau bisa juga dari asosiasi pengembang yang sudah memiliki SKA.
Baca Juga
“Jadi, jangan ke pemda atau pemprov dan pemkab, sama sama aja. Harus melalui birokrasi karena mereka tidak semuanya punya institusi yang siap untuk menerbitkan SLF,” kata Hari.
Sebelumnya, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) DPD Jawa Timur mengusulkan agar SLF yang selama ini ditangani pemda agar ditarik ke pemprov.
Hal itu dibenarkan oleh Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah. Dia mengatakan bahwa usulan tersebut benar diajukan dengan tujuan mempercepat kredit pemilikan rumah (KPR) dengan skema BP2BT.
“Pengembang kesulitan mendapatkan SLF karena dari 38 kabupaten kota di Jawa Timur saja hanya ada tiga daerah yang ada SLF-nya. Tiga daerah yang aturan mengenai SLF-nya siap itu yakni Malang, Gresik, dan Sidoarjo, makanya kami mengusulkan pindah ke pemprov,” ujar Junaidi, Jumat (6/9/2019).