Bisnis.com, JAKARTA — Pemadaman listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) dan Senin (5/8/2019) merugikan banyak pihak termasuk pelaku usaha. Adanya kerugian tersebut pada akhirnya membuat PLN berjanji untuk memberikan kompensasi berupa diskon tagihan listrik.
Menanggapi hal itu, Ketua umum APINDO Hariyadi B. Sukamdani meminta agar janji PLN benar-benar direalisasi dan tidak berbelit-belit.
Pasalnya, saat pemadaman listrik itu cukup besar kerugian yang harus ditanggung pengusaha baik materiil maupun non materiil meski belum dapat dihitung besaran nilai nominal kerugiannya.
Hariyadi mengatakan, setidaknya ada tiga kerugian yang dialami pelaku usaha. Pertama, turunnya output produksi barang atau jasa dan hilangnya jam kerja.
Menurutnya, meskipun blackout terjadi pada hari Minggu, aktivitas usaha tetap berjalan, utamanya untuk sektor jasa & perdagangan seperti perbankan, perhotelan, perdagangan pasar modern seperti mal, supermarket, transportasi daring dan sebagainya.
“Industri manufaktur yang beroperasi 24 jam/hari dan yang mempekerjakan lembur untuk mengejar target produksi/shipment juga terkena dampak langsung,” katanya, Senin (5/8/2019).
Baca Juga
Kedua, kerugian tambahan beban biaya bagi perusahaan untuk mengoperasikan sumber cadangan tenaga listrik seperti genset.
Ketiga, risiko turunnya kepercayaan customer dan buyer akibat keterlambatan shipment/distribusi barang yang tidak bisa sesuai dengan waktu pengiriman yang sudah disepakati dalam kontrak order, bahkan tidak tertutup kemungkinan harus menanggung biaya demurrage dan atau biaya air-freight karena tidak mudah untuk menggunakan alasan force majeur atas blackout aliran listrik tersebut.
“Pernyataan pimpinan PLN yang akan memberikan kompensasi biaya atas kejadian tersebut diharapkan benar-benar dapat dilaksanakan sesuai kerugian pelaku usaha dan dengan prosedur yang sederhana, tidak berbelit-belit sehingga benar benar dapat dilaksanakan.”
Kejadian tersebut memberikan peringatan kepada pemerintah untuk menimbang ulang kebijakan-kebijakan yang memberatkan dunia usaha terkait dengan cadangan sumber daya listrik atas kejadian emergency itu.
Pasalnya, selama ini kepemilikan genset untuk cadangan listrik untuk produksi jika terjadi emergency dikenakan beban biaya berupa Pajak Penerangan Jalan (PPJ) meskipun sumbernya bukan dari PLN termasuk didalamnya penggunaan genset oleh pemerintah daerah.
Selain itu, pemilikan genset sebagai cadangan tersebut dipersyaratkan dilengkapi dengan SLO (sertifikat laik operasi) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait kelistrikan yang memberatkan bahkan dilengkapi dengan sanksi pidana jika tidak memiliki SLO, yang semestinya tidak dibebankan ke pembeli/pengguna namun di lini produksi.