Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak tuntutan buruh untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 50%, karena dinilai akan mematikan industri kecil dan menengah serta industri padat karya.
Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengatakan jika mengikuti tuntutan buruh yang meminta kenaikan UMP hingga 50%, maka pengusaha bakal bangkrut dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bisa terjadi.
Jika kenaikkan itu terjadi, yang terkena dampak langsung dari kenaikkan tersebut a.l. industri kecil dan menengah dan industri padat karya.
“Tuntutan kenaikkan upah sebesar 50% sangat tidak wajar dalam kondisi seperti ini, dan yang menjadi korban adalah industri padat karya yang mempekerjakan ribuan buruh, apa nggak kasian tuh sama nasib buruh yang kena PHK,” ujarnya kepada Bisnis, (28/8/2013).
Sofjan mengatakan tuntutan kenaikkan yang gencar dilontarkan oleh KSPI itu harusnya disesuaikan juga dengan kondisi perekonomian negara. Dalam proses besaran penaikkan UMP itu sudah ada peraturan menteri yang mengatur.
Besaran kenaikannya pun harus diputuskan terlebih dahulu bersama dewan pengupahan yang terdiri dari asosiasi pengusaha, asosiasi serikat pekerja, dan pemerintah.
“Acuan dan formulanya kan sudah ada, sudah jelas tercantum. Boleh saja mereka menuntut 50%, dan kenapa nggak sampai 100%, tapi ya resikonya itu, upah naik tapi banyak yang nggak kerja,” ujar Sofjan.
Sofjan mengungkapkan pada 2013 ini, rata-rata kenaikan UMP nasional mencapai 18,32% dengan DKI Jakarta sebagai daerah dengan UMP tertinggi yakni Rp2,2 juta mengalami kenaikkan sebesar 44% dari sebelumnya Rp1,7 juta. Selain itu kenaikkan UMP 2013 disertai juga oleh kenaikkan tariff dasar listrik (TDL) yang naik hingga 15%.
Kemudian akibat dari kenaikkan UMP yang “melompat” itu perusahaan-perusahaan asal Korea Selatan (korsel) di Indonesia telah mem-PHK 63.000 pekerja dan diperkirakan akhir tahun 2013 bisa mencapai 110 ribu orang.
“Intinya adalah buruh boleh saja mengajukan tuntutan, tapi harus melihat juga kondisi perekonomian, dan pihaknya tidak akan menggubris permintaan kenaikan upah yang tidak wajar, karena dampaknya sangat luas, jangan sampai malah gelombang PHK massal jadi tidak terbendung” ujar Sofjan.