BISNIS.COM, JAKARTA—Pelaku usaha membantah bila rendahnya harga biodiesel Indonesia di Eropa disebabkan pemberian subsidi oleh pemerintah. Kerugian perusahaan di Benua Biru itu lebih dikarenakan terjadinya over capacity.
Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menuturkan kebijakan Uni Eropa (UE) untuk menggunakan energi yang bisa diperbaharui sebesar 10% menjadikan perusahaan berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksi. Akan tetapi, krisis ekonomi yang terjadi di Eropa menjadikan produksi industri biodiesel menurun.
“Sebenarnya, misal tidak impor mereka mampu mencukupi kebutuhannya. Di sana industrinya tidak bisa besar karena selain sedang dilanda krisis, tempatnya juga terpencar. Industri biodiesel Indonesia paling efisien karena sudah mempunyai sistem yang terintegrasi,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (21/4/2013).
Saat ini, lanjutnya, utilitas biodiesel UE kurang dari 30% dengan kapasitas produksi mencapai 20 juta ton. Sedangkan kebutuhan bahan bakar terbarukan tersebut sebesar 11 juta ton, sisanya membeli dari Indonesia dan Argentina.
Pendefinian UE yang menganggap ada sejumlah dana yang dikontribusikan pemerintah sehingga mempengaruhi harga ekspor dinilai tidak tepat. Program tersebut untuk meningkatkan pemanfaatan sebagai energi alternatif domestik.
Pihaknya berharap komisi Eropa bisa menganalisa kasus ini secara objektif dan penyelidikan bisa dihentikan. Menurutnya, antara UE dan Indonesia memiliki hubungan yang baik sehingga bisa menghasilkan kebijakan yang saling menguntungkan.