Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengkarut MinyaKita: Harga Melesat, Takaran Disunat

Di tengah persoalan harga jual yang mahal, kini konsumen dirugikan dengan beredarnya MinyaKita tak sesuai takaran.
Rika Anggraeni,Afiffah Rahmah Nurdifa
Selasa, 11 Maret 2025 | 10:12
Pedagang menata Minyakita di Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Pedagang menata Minyakita di Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Karut marut tata niaga minyak goreng kemasan sederhana MinyaKita tengah menjadi sorotan. Di tengah persoalan harga jual yang mahal, kini konsumen dirugikan dengan beredarnya MinyaKita tak sesuai takaran.

Selama periode Januari-Maret 2025, Kementerian Perdagangan telah menemukan dua kasus penjualan MinyaKita dengan takaran kurang dari 1 liter atau hanya mencapai 750–800 mililiter (800 ml).

Kasus pertama, pada 24 Januari 2025, Kemendag menemukan MinyaKita tak sesuai takaran diproduksi oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI). Kasus ini sudah diselesaikan dengan dilakukan penyegelan izin operasi perusahaan.

Kasus kedua, pada 7 Maret 2025, Kemendag mendatangi lokasi PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang juga melakukan pengurangan takaran Minyakita. Namun, perusahaan ini ternyata sudah tutup dan berpindah lokasi. Kemendag dan kepolisian tengah menelusuri keberadaan perusahaan.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengaku bahwa Kemendag telah mengetahui adanya produsen MinyaKita yang melakukan kecurangan terkait takaran tidak mencapai 1 liter seperti yang ditetapkan pemerintah.

Dia mengatakan, informasi tersebut diperoleh dari masyarakat atau konsumen MinyaKita serta tim Kemendag yang terjun langsung di lapangan. Lebih lanjut, dia juga mengeklaim Kemendag telah melakukan antisipasi dan mengejar perusahaan tersebut.

“Jadi itu sebenarnya sudah kita dari awal sebenarnya kita sudah tahu, kita antisipasi, langsung kita kejar ke perusahaannya,” bebernya, Senin (10/3/2025).

Lebih lanjut, Budi menyampaikan produk MinyaKita tak sesuai takaran telah ditarik dari pasaran. Ke depan, sambung Budi, Kemendag akan semakin banyak melakukan pengawasan.

“Sebenarnya kita itu juga rutin melakukan pengawasan,” imbuhnya.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap salah satu modus kasus minyak goreng MinyaKita tak sesuai takaran diduga menggunakan label palsu.

"Kemudian juga ada yang menggunakan label MinyaKita, namun sebenernya palsu ini semua sedang kita proses," ujar Sigit di STIK, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Dia menambahkan, pihaknya juga telah menggeledah tiga lokasi dalam kasus ini. Hanya saja, dia tidak menjelaskan secara detail terkait temuannya itu.

Namun demikian, Sigit menduga kuat bahwa dalam temuan Satgas Pangan Polri itu ada dugaan perbuatan melawan hukum.

"Kemungkinan akan kita lakukan penegakan hukum. Karena memang apa yang kita dapati yang isinya tidak sesuai kemasannya satu liter," pungkasnya.

Adapun, tiga kasus MinyaKita yang tengah diusut kepolisian itu diproduksi oleh tiga produsen yang berbeda mulai dari PT Artha Eka Global Asia, Depok; PT Tunas Agro Indolestari, Tangerang dan Koperasi Produsen Umkm Kelompok Terpadu Nusantara, Kudus.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pemerintah harus melakukan evaluasi dan membenahi tata kelola produksi dan distribusi MinyaKita hingga konsumsi ke tangan konsumen.

Peneliti YLKI Niti Emiliana menuturkan, pihaknya juga prihatin atas penemuan takaran Minyakita yang tidak sesuai serta penemuan harga yang di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter. Sebab, kata dia, ini sudah melanggar hak konsumen.

Bahkan, Niti menyebut pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen.

“Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha atas selisih harga yang dibayarkan dengan takaran yang tidak sesuai,” ujarnya.

Selain itu, YLKI juga meminta pemerintah melalui Kemendag dan kementerian atau lembaga lainnya untuk menindak tegas pelaku usaha yang nakal.

Niti menyebut pengawasan seharusnya dilakukan saat pre-market alias ketika Minyakita belum beredar di masyarakat, yakni melalui quality control kualitas, kuantitas, dan termasuk harga produk. Serta, dilakukan pengawan post market atau saat produk sudah berada di pasaran.

Dengan begitu, lanjut dia, seluruh rantai pasok dari hulu hingga hilir atau dari produsen sampai ke tangan konsumen terjaga kualitas, kuantitas, dan dikontrol harganya.

Ketidakpatuhan produsen hingga distributor ke pengecer ini memunculkan pertanyaan akan efektivitas dari Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) yang digawangi Kementerian Perindustrian. Sistem tersebut merupakan portal untuk mengelola dan mengawasi produksi hingga distribusi minyak goreng curah tersebut. 

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian mengatakan, penerapan SIMIRAH hingga saat ini belum efektif sebagai alat untuk mengelola distribusi Minyakita. Pasalnya, SIMIRAH disebut hanya dapat melacak produksi dan distributor.

"Tetapi memiliki keterbatasan dalam hal evaluasi praktik di level produsen dan pengecer. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan di lapangan, semestinya rutin disidak," kata Eliza kepada Bisnis, Senin (10/3/2025). 

Tak hanya itu, menurut Eliza, sistem tersebut juga kurang terintegrasi dengan data real-time, apalagi terdapat keterbatasan cakupan pengecer yang terdaftar. Untuk menerapkan SIMIRAH, diperlukan mekanisme sanksi yang efektif agar oknum lebih jera. 

Pemerintah disebut mesti menindak tegas produsen yang mengemas takaran Minyakita yang mestinya 1 liter. Namun, hanya terisi 750 mililiter-800 mililiter (ml). 

Harga Mahal

Tak hanya persoalan peredaran produk tak sesuai takaran kemasan, harga penjualan MinyaKita yang jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) juga menjadi persoalan. 

Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan bahwa harga Minyakita melampaui HET yang semestinya Rp15.700 per liter di sejumlah daerah.

Menyitir laman resmi Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Senin (10/3/2025) pukul 16.53 WIB, harga rata-rata Minyakita di tingkat konsumen menyentuh Rp17.649 per liter.

Adapun, harga Minyakita termahal dibanderol Rp19.750 per liter di Papua Barat. Sementara itu, harga terendah dibanderol Rp16.708 per liter di Kepulauan Riau.

“Soal minyak ini [Minyakita] sebetulnya problematikanya cukup besar. Tidak hanya soal takaran, terlebih lagi soal harga juga,” kata Reynaldi saat dihubungi Bisnis, Senin (10/3/2025).

Di samping itu, Reynaldi menuturkan kecurangan takaran Minyakita sebenarnya juga terjadi di daerah lain di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan hingga Sumatra. Menurutnya, persoalan ini mencuat yang salah satunya dipicu dari harga Minyakita yang sudah tidak sesuai HET dalam 1 bulan terakhir.

Reynaldi menilai pemerintah perlu melakukan penelusuran harga, mulai dari tingkat produsen, distributor lini 1 (D1), D2, pengecer, pedagang, hingga ke tangan konsumen.

“Kan harus dicek harga itu, kenapa kok bisa di atas HET. Itu faktor yang menurut kami turut menunjang takaran ini, akhirnya dikorupsi yang seharusnya di label 1 liter ternyata faktanya hanya 700—850 ml,” ujarnya.

Terlebih, lanjut dia, Minyakita saat ini sedang diminati oleh masyarakat, terutama masyarakat di rumah tangga atau UMKM, sejalan dengan momentum Ramadan.

Selain itu, dia juga mengaku akses pedagang untuk mendapatkan Minyakita juga agak sulit. Apalagi, kata dia, Minyakita sudah mulai langka sejak awal 2023.

Dia menduga persoalan Minyakita bukan hanya terkait harga, melainkan juga repacker atau produsen yang berusaha memainkan takaran Minyakita.

Untuk itu, menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga harus menyelesaikan akar permasalahan Minyakita dengan memperbaiki sistem.

“Kalau Kementerian Perdagangan mau bebenah, mau menyentilin produsen yang nakal, saya kira kita bisa memperbaiki sistemnya memperbaiki skemanya,” tuturnya.

Di sisi lain, Reynaldi mengakui konsumen memang meminati Minyakita lantaran harganya yang lebih terjangkau. Namun, tak menutup kemungkinan polemik pengurangan takaran Minyakita ini akan berdampak terhadap harga jual.

Bahkan, dia menyebut beberapa pedagang sembako juga berpeluang untuk tidak menjual Minyakita dan beralih menjual minyak goreng premium.

“Cenderung pedagang akan memiliki insting untuk menjajaki barang dagangan selain Minyakita. Ini akan menggerus minat atau konsumsi Minyakita terhadap isu yang berkembang hari ini,” terangnya.

Bukan hanya minyak goreng premium, sambung dia, minyak goreng kemasan sederhana juga bersaing ketat di harga kisaran Rp20.000–Rp22.000. Sementara itu, Minyakita sudah menyentuh Rp20.000.

Meski begitu, sambung dia, beberapa UMKM masih menggunakan Minyakita lantaran harganya yang terbilang murah.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian tak memungkiri masih terdapat kendala pengawasan kepada warung pengecer Minyakita yang merupakan rantai distribusi paling dekat dengan konsumen yang berpenghasilan rendah. 

"Membeli dari warung-warung itu lah harganya jadi jauh di atas HET, warung membeli dari pengecernya saja harganya sudah mepet HET. Sementara warung kan harus punya margin juga. jadi memang harus ada transparansi produksi Minyakita," jelasnya. 

Dalam hal ini, dia menilai penentuan HET tidak sesuai dengan harga biaya pengangkutan, kenaikan biaya tenaga kerja hingga inflasi. Hal ini yang memicu kenaikan harga dan membuat pengecer menjual di atas HET. 

Untuk itu, diperlukan perubahan sistemik, mulai dari perbaikan sistem logistik yang lebih efisien dan mengangkut banyak seperti kereta api hingga keandalan pemerintah menjaga harga-harga terutama pangan agar tidak merembet ke kenaikan harga harga lainnya termasuk upah tenaga kerja.

Sementara itu, Pakar Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyoroti rantai distribusi Minyakita yang masih terlalu panjang sehingga harga MinyaKita ketika sampai di konsumen selalu melebihi HET. 

"Salah satu yang bisa dijadikan alternatif untuk menyerahkan dan memperpendek sistem distribusi itu adalah melibatkan BUMN pangan ya bisa Bulog, ID Food gitu, dengan jejaringnya yang sudah sangat luas itu dan afiliasi-afiliasi distribusi, ini juga akan memudahkan kalau mereka diminta untuk tergabung dan terdaftar di SIMIRAH," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper