Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak akan menyebabkan efek berantai atau multiplier effect negatif bagi perekonomian.
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers di kompleks Dewan Perwakilan Raykat (DPR), Jakarta pada Jumat (14/2/2025). Sri Mulyani menyampaikan keterangan bersama Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, beserta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Menurut Sri Mulyani, efisiensi anggaran oleh pemerintah tidak menghasilkan pengurangan total belanja negara, melainkan pengalihan belanja untuk keperluan-keperluan lain. Prioritas belanja pemerintah di antaranya adalah untuk program makan bergizi gratis (MBG).
"Yang ada adalah di-refocusing sehingga dampak secara agregat terhadap perekonomian tentu tergantung dari masing-masing, kalau realokasinya pada aktivitas yang menimbulkan multiplier effect yang sama atau bahkan lebih besar, dampak kepada perekonomian akan jauh lebih baik," ujar Sri Mulyani pada Jumat (14/2/2025).
Dia menyebut bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan akan terus meninjau pelaksanaan efisiensi anggaran dan langkah-langkah seluruh jajaran.
"Terutama tentu dari kecepatan nanti untuk melakukan belanja selanjutnya," ujar Sri Mulyani.
Baca Juga
Lain halnya, ekonom menilai kebijakan efisiensi dan pengalihan anggaran di Kementerian/Lembaga maupun daerah pada akhirnya berpotensi menekan daya beli masyarakat semakin dalam.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan belanja—utamanya daerah—akan susut akibat instruksi dari Presiden Prabowo Subianto terkait realokasi anggaran senilai Rp306,69 triliun.
Pasalnya, anggaran infrastruktur, perbaikan, pemeliharaan maupun proyek yang didanai dari anggaran K/L dan daerah tersebut jika dipangkas, akan mempengaruhi jumlah pekerja yang bekerja di sektor tersebut. Allhasil, penghasilan masyarakat akan menurun dan mempengaruhi daya beli.
"Ada pengurangan [anggaran] sehingga pada akhirnya ini pun juga akan berisiko pada penurunan daya beli," ujarnya dalam Permata Bank 2025 Economic Outlook, Senin (10/2/2025).
Termasuk sektor jasa pariwisata yang terancam dengan arahan efisiensi senilai Rp50,5 triliun untuk Transfer ke Daerah (TKD) dan Rp256,1 triliun bagi K/L.
Padahal, kelompok konsumsi masyarakat atau rumah tangga menjadi andalan Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah gejolak ekonomi global.
Anggaran Hasil Efisiensi Jadi Acuan Penyusunan APBN 2026
Sri Mulyani juga menyebut bahwa pemerintah akan mempertahankan prinsip efisiensi atau pemotongan anggaran dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Sebetulnya spirit untuk membangun efisiensi dari birokrasi itu akan tetap dipertahankan, karena itu penting bagi penyelenggaraan birokrasi yang baik dan efisien," kata Sri Mulyani.
Sehari sebelumnya, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa hasil rekontruksi anggaran usai efisiensi tahun ini akan menjadi acuan dalam penyusunan APBN 2026 mendatang.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) dengan agenda Pembahasan Anggaran Sesuai Inpres No. 1/2025.
"Kami juga menyetujui dari exercise K/L 2025 akan jadi baseline, menciptakan budaya baru efisiensi di K/L, sehingga hasil dari [efisiensi] 2025 akan digunakan untuk penyusunan 2026," ungkap Sri Mulyani, Kamis (13/2/2025).
(Annasa Rizki Kamalina, Wibi Pangestu Pratama)