Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan tingkat inflasi Indonesia akan terjaga dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5% hingga 3,5%.
“Kami memproyeksikan tingkat inflasi pada 2024 sekitar 2,33%, dibandingkan dengan 2,81% pada 2023,” katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (1/10/2024).
Josua mengatakan, sepanjang sisa tahun 2024, tekanan inflasi diperkirakan tetap rendah, terutama karena pemerintah telah memilih untuk menunda penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan untuk mendukung daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, potensi terkendalinya inflasi hingga akhir 2024 cenderung meningkat karena berkurangnya risiko imported inflation, karena nilai tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil.
Apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, jelas Josua, didukung oleh potensi penurunan suku bunga The Fed, yang dapat meningkatkan sentimen risk-on dan menarik arus modal masuk.
“Selain itu, tekanan inflasi dari harga energi global, yang sebagian besar disebabkan oleh ketidakpastian geopolitik Timur Tengah, dapat diimbangi oleh risiko penurunan permintaan global,” jelasnya.
Baca Juga
Namun demikian, Josua mengatakan bahwa risiko kenaikan dapat muncul menjelang akhir tahun, yang lebih didorong oleh peningkatan permintaan musiman selama perayaan Natal dan tahun baru.
Lebih lanjut, menurutnya, proyeksi inflasi yang lebih rendah ini dapat memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan sebagai respons terhadap potensi penurunan suku bunga The Fed.
Tercatat, indeks harga konsumen (IHK) pada September 2024 mengalami deflasi sebesar 0,12% secara bulanan (month-to-month/mtm), lebih dalam dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,03% mtm.
Josua mengatakan, perkembangan tersebut menandai deflasi selama lima bulan berturut-turut, yang merupakan rekor terpanjang sejak tahun 1999.
Inflasi tahunan pada September 2024 juga turun menjadi 1,84% (year-on-year/yoy), turun dari 2,12% yoy pada bulan sebelumnya.
Deflasi bulanan dalam 5 bulan terakhir ini, jelas Josua, didominasi oleh faktor supply mengingat peningkatan produksi beberapa komoditas pangan pasca fenomena El Nino yang berimplikasi pada penurunan harga komoditas pangan.
Sementara itu, inflasi inti yang merupakan proxy inflasi sisi permintaan pada umumnya, yang justru mengalami peningkatan dimana secara bulanan masih mengalami inflasi sepanjang tahun ini.