Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal memproyeksikan inflasi di Indonesia akan berada di bawah 2% pada 2024, terutama usai terjadi deflasi selama lima bulan berurut-urut yaitu selama Mei—September.
Faisal menjelaskan seharusnya pemerintah menjaga angka inflasi tetap rendah secara bulanan, tetapi yang terjadi malah deflasi. Dia melihat, kondisi sekarang tidak jauh beda ketika masa pemulihan pandemi Covid-19 pada 2020—2021.
"Jadi, ada kemungkinan 2024 ini inflasinya bisa di bawah 2% seperti masa krisis pandemi kemarin, 2020—2021, yang inflasinya itu dikisaran 1,5—1,8% sepanjang tahun," jelas Faisal kepada Bisnis, Selasa (1/10/2024).
Dia berpendapat deflasi berbulan-bulan merupakan anomali dengan angka pertumbuhan ekonomi yang masih di atas 5%. Faisal menjelaskan notabenenya deflasi terjadi karena lemahnya tingkat permintaan.
Dalam konteks Indonesia belakangan, dia meyakini pendapatan masyarakat melemah. Faisal meyakini bahwa pendapatan masyarakat saat ini lebih rendah dibandingkan pra-pandemi, bahkan banyak orang yang belum bisa kembali bekerja usai terkena PHK saat masa pandemi.
"Ini mempengaruhi dari tingkat spending mereka, sehingga spending itu relatif melemah terutama untuk kalangan yang menengah dan bawah," ujar Faisal.
Baca Juga
Dia pun mengingatkan, kelas menengah merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi terutama karena menjadi kelompok penduduk yang mengontribusikan konsumsi terbesar. Sementara itu, konsumsi rumah tangga menjadi kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Oleh sebab itu, jika konsumsi kelas menengah melemah maka perekonomian juga tidak akan bergerak seperti pelemahan industri manufaktur dan sektor jasa-jasa.
"Ini yang perlu menjadi catatan. Artinya perlu menyikapi secara tepat kondisi ini, insentif bukan hanya dalam hal pelonggaran moneter, tapi juga kebijakan insentif di fiskal dan di sektor riil," kata Faisal.
Secara historis, data Badan Pusat Statistik mengungkap angka deflasi lima bulan terakhir secara berurut-urut yaitu pada Mei (0,03%), Juni (0,08%), Juli (0,18%), Agustus (0,03%), dan September (0,12%).