Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) diyakini masih mempunyai ruang untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) antara 50 basis point (bps) hingga 75 bps lagi, terutama usai terjadi deflasi lima bulan berurut-urut yaitu pada Mei—September 2024.
Chief of Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya menjelaskan, penurunan suku bunga diperlukan untuk mendorong daya beli masyarakat. Meski BI sudah menurun suku bunganya acuan sebanyak 25 bps pada medio September lalu, tetapi deflasi yang menjadi tanda-tanda penurunan daya beli masyarakat tetap terjadi.
"Saya kira ada ruang sampai 50—75 bps lagi tahun ini, at least [setidaknya] memberi angin segar untuk mendorong daya beli," ujar Banjaran kepada Bisnis, Selasa (1/10/2024).
Dia meyakini kebijakan suku bunga oleh BI akan diutamakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, Banjaran melihat penurunan suku bunga sangat mungkin kembali terjadi hingga akhir 2024.
"Semakin agresif, harapannya pembiayaan naik makin deras," jelasnya.
Senada, Ekonom Bank Danamon Indonesia Hosianna Evalita Situmorang juga meyakini BI akan kembali menurunkan suku bunga acuan setidaknya satu kali lagi pada Desember 2024.
Baca Juga
Dia menjelaskan, angka inflasi semakin melandai yaitu sebesar 1,84 % secara tahunan (year on year/YoY) pada September 2024. Oleh sebab itu, dia meyakini BI bisa melakukan relaksasi.
"Dari sisi kebijakan, seiring dengan terus meredanya inflasi domestik, Bank Indonesia diantisipasi akan menurunkan suku bunga acuannya pada Desember 2024," jelas Hasionna dalam keterangannya, Selasa (1/10/2024).
Tidak hanya karena deflasi lima bulan berurut-urut dan inflasi yang melandai secara tahunan, Hasionna juga meyakini BI akan merespon ekspektasi bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve alias The Fed juga akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 basis point pada November dan Desember 2024.
"Selain itu, katalis positifnya meliputi stabilisasi harga minyak dunia dan ketahanan nilai tukar rupiah, meskipun ketegangan geopolitik di Israel dan Timur Tengah masih berlangsung," tutupnya.
Sebelumnya, Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengumumkan tingkat inflasi Indonesia September 2024 mencapai 1,84 % (YoY). Namun, terjadi deflasi 0,12% secara bulanan (month to month/MtM) yang menyebabkan Indonesia mengalami deflasi lima bulan beruntun.
Adapun kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau, dengan deflasi sebesar 0,59% dan memberikan andil deflasi 0,17%.
Amalia juga mengungkapkan, deflasi sebesar 0,12% pada September 2024 merupakan menjadi deflasi terbesar pada bulan September dalam lima tahun terakhir atau selama periode kedua pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Secara historis, angka deflasi lima bulan terakhir secara berurut-urut yaitu pada Mei (0,03%), Juni (0,08%), Juli (0,18%), Agustus (0,03%), dan September (0,12%).
Sementara itu, terdapat komoditas dengan andil inflasi antara lain komponen ikan segar dan kopi bubuk, dengan andil masing-masing 0,02%. Komponen penyumbang inflasi lainnya adalah biaya kuliah akademi perguruan tinggi, juga sigaret kretek mesin.