Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong para pelaku industri untuk menggenjot kinerja ekspor, seiring dengan disepakatinya tarif impor Amerika Serikat (AS) sebesar 19% untuk produk Indonesia dan hampir selesainya perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia Uni Eropa atau IEU-CEPA.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan, beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto telah menyepakati tarif dengan Presiden AS Donald Trump di angka 19%. Angka itu lebih rendah dari negara-negara lainnya di kawasan Asia.
“Ini angka paling rendah dari semua negara, kita yang mendapatkan 'hadiah' dari Presiden Trump, lumayan menggemparkan dunia. Akhir negosiasi kemarin disepakati angka dari 32% menjadi 19%," ujar Faisol di Park Hyatt Hotel, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).
Secara regional, tarif 19% terhadap Indonesia menjadi salah satu yang terendah dibandingkan negara Asia lainnya. Produk dari Vietnam, misalnya, kini dikenai tarif 20% setelah sebelumnya mencapai 46%. Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan masing-masing dikenai tarif 25%, sementara produk Thailand dan Kamboja bahkan diganjar tarif hingga 36%.
Alhasil, menurut Faisol, hal ini merupakan katalis positif bagi industri domestik untuk mendorong ekspor. Sejauh ini, ekspor Indonesia ke AS mencakup produk tekstil, elektronik, hingga komponen otomotif.
"Produk lain yang diproduksi di Indonesia bisa mulai memikirkan ekspor, dengan memperbesar volume dalam negeri dan volume ekspor ke luar," jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa Uni Eropa berpeluang menjadi pasar baru bagi Indonesia, sejalan dengan IEU-CEPA yang telah rampung melalui 10 tahun perundingan dan siap ditandatangani.
“Kini terbuka peluang pasar yang besar ke 27 negara di Eropa. Saya kira salah kalau kita tidak bisa manfaatkan peluang pasar dunia yang sangat besar, dan tentu sektor-sektor yang penting diproduksi di Indonesia untuk bisa memanfaatkan ini bersama-sama," jelasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, nilai impor Uni Eropa dari berbagai negara mencapai US$6,6 triliun. Angka itu lebih tinggi daripada AS yang sebesar US$4,3 triliun.
Sementara itu, total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa baru mencapai US$30 miliar. Dengan kata lain, Indonesia memiliki peluang lebar untuk mengerek neraca perdagangan ke kawasan tersebut.