Bisnis.com, MANGGARAI BARAT — Bank Indonesia sedang mengembangkan sistem pemantauan transaksi seluruh warga Indonesia, yakni Payment ID. Nantinya, setiap orang akan memiliki identitas pembayaran yang terintegrasi dengan NIK sehingga seluruh transaksi, baik perbankan, multifinance, pinjol, hingga e-wallet bisa terekam dan terpantau oleh BI.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dudi Dermawan menjelaskan bahwa Payment ID merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Bank sentral menyiapkan infrastruktur besar dan kuat untuk menjalankan sistem Payment ID.
Dudi menuturkan bahwa dalam Payment ID, setiap orang akan memiliki kode unik untuk mengidentifikasi transaksi pembayaran. Kode unik itu terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga setiap orang akan memiliki satu identitas dalam transaksi pembayaran, termasuk transaksi digital.
"Payment ID di-generate dari NIK, NIK di-generate dari data kependudukan. Jadi, seluruh data di bank nantinya terkait dengan nomor rekening maka akan ada ekuivalen yang terkait dengan Payment ID-nya," ujar Dudi dalam Editors Briefing Bank Indonesia di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada akhir pekan lalu.
Berdasarkan BSPI 2030, pemanfaatan Payment ID mencakup tiga fungsi, yaitu kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran, kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi, dan kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional.
Dudi menjelaskan bahwa Payment ID dapat mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan dengan identitas tersebut. Misalnya, BI dapat mengidentifikasi seseorang yang memiliki lebih dari satu rekening bank, memiliki pinjaman/kredit di multifinance, memiliki akun e-wallet dan uang elektronik, hingga memiliki akun pinjaman online atau pinjol.
Baca Juga
Integrasi itu membuat otoritas moneter bisa mengetahui aktivitas pembayaran, transfer, dan seluruh transaksi. BI juga bisa mengetahui nominal dan sumber pendapatan seseorang, kewajiban dan utang yang sedang dimiliki, penempatan investasi, hingga aktivitas pinjol.
Data tersebut menurutnya bisa menjadi acuan untuk menilai kesehatan keuangan seseorang, apakah rasio pinjaman atau kreditnya masih dalam batas aman terhadap total penghasilannya, juga profil keuangan seseorang yang terkait dengan aktivitas berisiko seperti pinjol ilegal.
"Payment ID ini sangat powerful ... Ini jauh lebih akurat dibandingkan sistem penilaian konvensional seperti SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK]," ujarnya.
Rencananya, Payment ID akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia (HUT ke-80 RI).
Dalam pilot project, BI menguji coba Payment ID untuk memverifikasi kelayakan penerima bantuan sosial alias bansos. Bank Indonesia tidak melakukan asesmen atas calon penerima bansos itu, tetapi hanya mengumpulkan data jumlah rekening dan transaksi yang terkait dengan orang tersebut, nantinya pemerintah yang memutuskan.
Dudi mencontohkan bahwa jika seseorang kedapatan memiliki empat rekening dengan mutasi sekitar Rp10 juta, atau menemukan indikasi transaksi ilegal dalam rekening penerima bansos, maka BI akan menyampaikan data itu kepada pemerintah. Persoalan nantinya orang tersebut dinyatakan layak atau tidak untuk mendapatkan bansos, hal itu merupakan kewenangan pemerintah.
"Authority-nya tetap ada di masing-masing lembaga, kami tidak ikut campur terkait hal ini [penetapan penerima bansos]," ujarnya.
Data Payment ID Aman?
Bank Indonesia menyadari bahwa mahadata (big data) sebesar Payment ID, apalagi berkaitan dengan data aktivitas keuangan seluruh masyarakat Indonesia, akan menimbulkan sorotan besar soal keamanan data. Oleh karena itu, BI menjamin keamanan data masyarakat dan mengacu pada ketentuan perlindungan data pribadi.
Menurut Dudi, Bank Indonesia mengedepankan persetujuan atau consent dari setiap orang per orang terkait penggunaan datanya dalam Payment ID. Artinya, BI tidak akan serta merta menyerahkan data seseorang, termasuk kepada pemerintah, apabila belum mendapatkan persetujuan dari orang tersebut.
"Concern-nya seperti apa? Begitu bank mau tahu tentang saya, maka saya akan dinotifikasi lewat handphone saya. Artinya, concern saya sebelum ter-expose, saya harus setujui dulu," ujar Dudi.
Pemerintah bisa bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk bisa memperoleh data seseorang melalui Payment ID. Namun, hal itu pun tidak membuat suatu kementerian/lembaga (K/L) lantas bisa menyerahkan data seseorang kepada pihak lain, karena harus sesuai persetujuan Bank Indonesia.
Lembaga keuangan seperti perbankan dan pinjol juga bisa mengajukan permohonan data seseorang kepada BI, tetapi harus berdasarkan persetujuan orang tersebut.
Dudi juga menjelaskan bahwa permohonan data dari pihak lain, termasuk pemerintah, harus spesifik. Misalnya, jika perbankan meminta data A, B, C dari saudara X (lalu disetujui), maka Bank Indonesia hanya akan membagikan data A, B, C. Begitu pun jika pemerintah mengajukan permohonan data.
BI juga akan terus memperkuat manajemen risiko dan keamanan siber agar Payment ID dapat bekerja optimal dan memberikan menjamin keamanan masyarakat.