Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) membeberkan penyebab maraknya penjualan pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi (HET).
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Bambang Wisnubroto mengatakan, penjualan pupuk bersubsidi di atas HET disebabkan karena kios pengecer membebankan biaya operasional kepada harga penjualan kepada petani.
Adapun, HET pupuk bersubsidi 2024 ditetapkan sebesar Rp2.250 per kilogram untuk pupuk urea, Rp2.300 per kilogram untuk pupuk NPK, Rp3.300 per kilogram untuk pupuk NPK formula khusus, dan Rp800 per kilogram untuk pupuk organik.
"Kios pengecer membebankan biaya jarak, biaya bongkar muat, biaya administrasi kios, fotocopy laporan hingga jaringan wifi kepada petani," ujar Bambang dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah, Selasa (2/7/2024).
Selain itu, kata Bambang, para distributor hingga kios pengecer juga terus mengeluhkan margin fee dari penyaluran pupuk bersubsidi. Para penyalur menganggap nilai margin fee pupuk subsidi terlalu kecil, yaitu Rp50 per kilogram untuk di tingkat distributor dan Rp75 per kilogram untuk di tingkat kios pengecer.
Para penyalur pupuk subsidi, kata Bambang, mengharapkan adanya kenaikan margin fee penjualan pupuk subsidi. Musababnya, sudah hampir 13 tahun besaran margin fee penjualan pupuk subsidi disebut belum pernah berubah.
Baca Juga
Kendati begitu, Bambang menyebut bahwa kewenangan penetapan margin fee pupuk subsidi berada di ranah Kementerian Pertanian. Dia mengakui bahwa menaikkan margin fee akan berpengaruh terhadap besaran HET pupuk bersubsidi.
"Kami sangat mendorong apabila bisa dilakukan penyesuaian terkait dengan margin fee sebagai insentif para distributor dalam menyalurkan pupuk subsidi," kata Bambang.
Adapun, berdasarkan catatan Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), total penyaluran pupuk subsidi hingga 30 Juni 2024 mencapai 3,11 juta ton atau baru 32,6% dari total alokasi tahun ini 9,55 juta ton.
Diberitakan Bisnis.com, Rabu (19/6/2024), Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi membeberkan, sejumlah penyebab realisasi penyaluran pupuk subsidi cenderung lambat.
Rahmad membeberkan, hingga Mei 2024, terdapat 58% petani yang terdaftar dalam e-RDKK belum menebus jatah pupuk subsidinya.
"Setelah kami evaluasi, ada lima hal yang menjadi perhatian. Jadi mungkin pembaharuan data dan sosialisasi harus ditingkatkan," ujar Rahmad dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR-RI, Rabu (19/6/2024).
Rahmad mengatakan, alasan sebagian petani belum menebus pupuk subsidi lantaran menganggap alokasi atau jatah pupuk subsidi terlalu kecil. Para petani enggan mengeluarkan biaya perjalanan ke kios pertanian untuk menembus pupuk dalam volume yang sedikit.
Selain itu, Rahmad membeberkan bahwa terdapat koreksi nilai penyaluran pupuk subsidi di tingkat distributor dan kios pertanian mencapai Rp15,6 miliar pada Maret 2024. Jawa Timur menjadi wilayah terbanyak terjadi koreksi penyaluran pupuk subsidi.
"Ini karena pemahaman aparat atau petugas di daerah tidak seperti di Jakarta, jadi mereka menterjemahkan petunjuk teknis dengan berbagai variasinya. Ini menyebabkan kios dan distributor menjadi super hati-hati dalam penebusan, sehingga memperlambat penebusan," jelasnya.