Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Untung-rugi 'Obral' Status Internasional Bandara

Pemerintah Indonesia menetapkan 40 bandara berstatus internasional untuk meningkatkan konektivitas dan pariwisata, meski ada kritik terkait efektivitas dan keamanan.
Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani di Semarang/Website
Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani di Semarang/Website
Ringkasan Berita
  • Pemerintah Indonesia menetapkan 40 bandara berstatus internasional untuk meningkatkan konektivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta pariwisata, meskipun kebijakan ini menuai kritik karena dianggap tidak berdasarkan traffic yang objektif.
  • Keberadaan bandara internasional di berbagai daerah diharapkan mempermudah perjalanan dan mendukung ekonomi lokal, namun juga menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan dan potensi penurunan operasi maskapai domestik.
  • INACA dan pengamat penerbangan mengkritisi kebijakan ini, menekankan pentingnya demand dan kesiapan infrastruktur serta meminta pemerintah untuk menetapkan parameter sukses yang jelas untuk evaluasi kebijakan tersebut.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menetapkan kembali 40 bandara di Indonesia berstatus internasional, melonjak tajam dari keberadaan sebelumnya yang hanya 17 bandara.

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37/2025 dan KM 38/2025, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas konektivitas, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat pengembangan pariwisata di berbagai daerah.

Langkah ini pula membalikkan kebijakan era Presiden Joko Widodo, yang sempat memangkas jumlah bandara internasional secara drastis menjadi 17 untuk alasan efisiensi dan fokus pada bandara dengan trafik tinggi. 

Aktivitas penerbangan internasional sendiri telah kembali sehat dan diproyeksikan pulih sepenuhnya pada tahun ini usai terdampak efek pandemi Covid-19 yang tercermin dari trafik perkembangan penumpang yang hampir mendekati 2019.  Tingkat pemulihan atau recovery rate penerbangan internasional tahun ini diperkirakan akan mencapai 110%. 

Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), memang kedatangan para turis asing hanya terpusat di beberapa pintu kedatangan. Tercatat dari total 7.050.179 wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia melalui pintu utama maupun perbatasan per semester I/2025, sebanyak 3,26 juta atau mencakup 46,28% masuk melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. 

Kemudian diikuti Bandar Soekarno Hatta di Tangerang sejumlah 1,19 juta sekitar 17% dan terdapat sejumlah 149.272 turis asing (2,12%) yang masuk melalui Bandara Juanda di Surabaya. Sementara sebanyak 34,6% turis asing lainnya tersebar masuk melalui berbagai bandara seperti di Kualanamu, YIA, dan Bandara Zainuddin Abdul Madjid di Lombok. 

Untung Rugi Bandara Internasional

Ketua Forum Transportasi Penerbangan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aris Wibowo menyampaikan dari kacamata ahli bandara, keberadaan bandara internasional di setiap daerah memang akan mempermudah perjalanan masyarakat masuk dan ke luar negeri. 

“Terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik daerah wisata atau daerah bisnis yang selama ini mungkin tergantung dengan bandar udara internasional di kota tertentu,” jelasnya. 

Belum lagi, masyarakat sekitar bandara dan daerah tersebut dapat mendulang keuntungan dari aktivitas penerbangan. Pemerintah maupun pengelola bandara pun harus investasi infrastruktur yang lebih besar untuk kebutuhan runway, peningkatan kekuatan aspalnya, dan penambahan fasilitas-fasilitas pendukung untuk kegiatan keimigrasian. 

Melihat wilayah Indonesia yang kepulauan ini, menurut Aris, mau tidak mau memang harus ada beberapa pintu masuk yang lebih baik untuk penerbangan internasional. Berbeda dengan negara kontinental, di mana bandara internasionalnya cukup beberapa saja.

Aris melihat di samping keuntungan tersebut, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap maskapai domestik—yang saat ini masih berjuang pulih dari pandemi Covid-19. Di mana tidak menutup kemungkinan sebagian perjalanan penumpang itu akan berpindah operasinya ke maskapai asing, tidak lagi domestik. 

Di samping itu, risiko dari aspek keamanan juga patut diwaspadai dengan semakin banyaknya gerbang masuk warga negara asing. 

“Semakin bertambahnya jumlah bandar udara internasional, maka secara aspek keamanan itu juga berpotensi menjadi menurun, tambah riskan. Itu juga harus dipertimbangkan, artinya infrastruktur pendukung yang ada di bandar udara sebagai simpul masuk ke Indonesia harus ditingkatkan,” jelasnya. 

Aris meyakini pemerintah telah mempertimbangkan hal tersebut dan memiliki solusi atau win-win solutiondari kebijakan yang dibuat. Artinya kerugian di satu sisi mungkin dapat ditopang dari keuntungan dari sisi yang lain.

Kritik INACA

Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menyayangkan penetapan status internasional suatu bandar udara bukan dari traffic, melainkan selera presiden yang tengah memimpin. 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) INACA Bayu Sutanto menilai penambahan status bandara internasional menjadi 37 plus tiga bandara khusus sehingga total 40, hanya mengikuti perintah Presiden. Sementara masalah ada tidaknya traffic atau lalu lintas penumpang maupun barang belum menjadi kriteria pertimbangan.

“Jadi di RI jumlah bandara internasional ditetapkan lebih banyak oleh selera Presiden yang menjabat bukan berdasarkan kriteria objektif tentang pengoperasian bandara internasional baik secara teknis, ekonomis, traffic maupun konektivitas internasional dan domestik,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (12/8/2025). 

Terkait semakin banyaknya gerbang udara internasional tersebut apakah akan mendorong maskapai domestik membuka penerbangan antarnegara, tentu akan menjadi pertimbangan. 

Menurutnya, sepanjang bandara internasional yang ada mempunyai cross-border traffic baik langsung ke bandara internasional negara lain ataupun terkoneksi dengan bandara domestik menjadi pertimbangan utama dalam membuka rute penerbangan internasional. 

Meski demikian, Bayu memandang melalui peningkatan kembali status bandara juga tidak memberikan banyak dampak. Pasalnya, dari puluhan bandara internasional yang ada, terekam mana saja aktivitas yang tinggi oleh turis mancanegara maupun domestik. 

“Menurut pandangan kami ya enggak berubah banyak, walaupun sekarang ditambah menjadi 37+3,” lanjut Bayu. 

Perlu diingat, keberadaan bandara internasional perlu didukung dengan demand dari turis asing. Permintaan tersebut didorong dengan aktivitas ekonomi, atraksi, maupun pariwisata. 

Pada dasarnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) wajib mengikuti standar keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengguna jasa sebagaimana diatur oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional/International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam menentukan status bandara menjadi internasional. 

Sementara kesiapan imigrasi, kepabeanan, karantina, infrastruktur fisik, maskapai wajib menjadi pertimbangan dalam pemberian status. Kemudian potensi pasar ditambah dengan dukungan pemerintah daerah sekaligus integrasi moda transportasi patut menjadi landasan penentuan status. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa menegaskan pihaknya akan melakukan pemantauan bandara yang telah ditetapkan tersebut untuk memastikan bahwa semua dokumen dan fasilitas terpenuhi tepat waktu.  

Pelaksanaan kegiatan sebagai bandar udara internasional juga harus memastikan koordinasi kelancaran dan ketertiban melalui Komite Fasilitasi (FAL) Bandar Udara. Untuk itu, instansinya akan melakukan evaluasi minimal setiap dua tahun sekali terhadap kinerja dan kesiapan setiap bandar udara.

“Evaluasi ini akan menjadi tolok ukur keberlanjutan status internasional sebuah bandar udara. Kami akan memberikan rekomendasi penyesuaian status jika kinerja dinilai baik dan sesuai dengan hasil evaluasi,” tegas Lukman.

Langkah penambahan bandar udara ini diharapkan tidak hanya memperkuat konektivitas udara dan mempermudah arus perdagangan serta pariwisata, tetapi juga memastikan pemerataan layanan penerbangan internasional di berbagai wilayah Indonesia.

Meski demikian, pengamat penerbangan Alvin Lie sendiri masih mempertanyakan naik turun status bandara internasional yang terjadi dalam kurun lima tahun terakhir. Dirinya mengaku tidak memahami cara berpikir pemerintah serta pertimbangan dalam pembuatan kebijakan tersebut. 

“Lebih baik pemerintah umumkan parameter sukses yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut serta jangka waktu pencapaiannya, agar kita bersama-sama dapat memantau dan mengukur taraf keberhasilannya,” ujarnya, Rabu (13/8/2025). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro