Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memandang 'obral' status internasional bandar udara (bandara) yang dilakukan secara masif dalam waktu singkat ini memang tak hanya memberikan keuntungan, tetapi perlu diingat risiko yang berpotensi menimbulkan kerugian.
Ketua Forum Transportasi Penerbangan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aris Wibowo menyampaikan dari kacamata ahli bandara, keberadaan bandara internasional di setiap daerah memang akan mempermudah perjalanan masyarakat ke luar negeri.
Di mana masyarakat maupun turis tidak perlu transit di Jakarta maupun gerbang kedatangan internasional lainnya untuk sampai di daerah tujuan. Belum lagi, masyarakat sekitar bandara dan daerah tersebut dapat mendulang keuntungan dari aktivitas penerbangan.
“Terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik daerah wisata atau daerah bisnis yang selama ini mungkin tergantung dengan bandar udara internasional di kota tertentu,” jelasnya.
Saat ini dengan adanya 40 bandara, termasuk bandara khusus, tentu akan mempermudah mobilitas masyarakat dan meningkatkan nilai jual bagi kawasan sekitarnya. Wilayah wisata dan bisnis di sekitar bandara internasional berpotensi berkembang karena akses lebih mudah, wisatawan lebih nyaman, dan peluang ekonomi lokal meningkat
Melihat dampak terhadap penyedia bandara, dengan meningkatnya status penerbangan internasional, maka ada kemungkinan pemerintah maupun pengelola harus investasi infrastruktur yang lebih besar.
Baca Juga
Misalnya, dengan penerbangan internasional dengan rute yang jauh dan pesawat yang lebih besar, kebutuhan runway harus diperpanjang. Kemudian kekuatan aspalnya harus ditingkatkan dan penambahan fasilitas-fasilitas pendukung untuk kegiatan keimigrasian.
Melihat wilayah Indonesia yang kepulauan ini, menurut Aris, mau tidak mau memang harus ada beberapa pintu masuk yang lebih baik untuk penerbangan internasional. Berbeda dengan negara kontinental, di mana bandar udara internasionalnya cukup beberapa saja.
Aris melihat di samping keuntungan tersebut, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap maskapai domestik—yang saat ini masih berjuang pulih dari pandemi Covid-19.
Keberadaan bandara internasional sangat mungkin nantinya menyebabkan shifting pangsa pasar karena adanya penerbangan langsung. Maka, tidak menutup kemungkinan sebagian perjalanan penumpang itu akan berpindah operasinya ke maskapai asing, tidak lagi domestik.
Di samping itu, risiko dari aspek keamanan juga patut diwaspadai dengan semakin banyaknya gerbang masuk warga negara asing.
“Semakin bertambahnya jumlah bandar udara internasional, maka secara aspek keamanan itu juga berpotensi menjadi menurun, tambah riskan. Itu juga harus dipertimbangkan, artinya infrastruktur pendukung yang ada di bandar udara sebagai simpul masuk ke Indonesia harus ditingkatkan,” jelasnya.
Aris meyakini pemerintah telah mempertimbangkan hal tersebut dan memiliki solusi atau win-win solutiondari kebijakan yang dibuat. Artinya kerugian di satu sisi mungkin dapat ditopang dari keuntungan dari sisi yang lain.
Penambahan Bandara Internasional
Penetapan status bandara tersebut pada dasarnya tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37/2025 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 38/2025.
Dengan beleid tersebut, jumlah bandara internasional melonjak signifikan dari sebelumnya yang hanya berada di 17 kota, kini tersebar di 40 lokasi.
Dalam penetapan ini, Bandara Halim Perdanakusuma termasuk ditingkatkan menjadi internasional. Meski demikian, hanya diperuntukkan bagi angkutan udara niaga tidak berjadwal, angkutan udara bukan niaga, serta penerbangan pesawat udara negara Indonesia atau pesawat udara negara asing.
Sementara bagi 14 bandara yang statusnya dinaikkan, pemerintah daerah provinsi dan penyelenggara bandar udara diwajibkan melengkapi dokumen persyaratan, termasuk surat pertimbangan dari Menteri Pertahanan, rekomendasi penempatan unit kerja dan personel dari kementerian yang membidangi kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan. Seluruh persyaratan ini harus dipenuhi paling lambat enam bulan sejak keputusan ditetapkan.
Naiknya status bandara menjadi internasional ini pun sejalan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Tak sampai dua pekan dari Prabowo menyampaikan keinginannya tersebut kepada publik, jumlah bandara internasional—yang sebelumnya dipangkas oleh Jokowi—langsung bertambah dari 17 bandar udara, kini menjadi 36.
Arahan tersebut muncul saat Prabowo memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih bertempat di kediaman pribadinya di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/8/2025).
Dalam keterangan tertulis, Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menjelaskan bahwa Prabowo menekankan pentingnya pembangunan bandara internasional di berbagai wilayah guna meningkatkan konektivitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektor pariwisata daerah.
“Presiden mendorong pembukaan bandara internasional sebanyak-banyaknya di berbagai daerah guna mendorong percepatan perputaran ekonomi dan pariwisata daerah,” ucapnya.