Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkap alasan penanaman modal sektor manufaktur di Indonesia didominasi oleh investor asing. Hal ini tak terlepas dari biaya investasi yang tinggi.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan beban prosedur investasi dan berusaha di sektor manufaktur biasanya menciptakan ongkos investasi dan biaya menjalankan bisnis lebih tinggi dibandingkan sektor lain.
"Investasi di sektor manufaktur Indonesia sifatnya kompleks, bagi dari segi regulasi usaha maupun dari tuntutan infrastruktur pendukung investasi dan kegiatan usaha di sektor manufaktur itu sendiri," kata Shinta kepada Bisnis, Senin (29/4/2024).
Terlebih, Shinta menilai sektor manufaktur memiliki permintaan pasar yang besar sehingga dari segi penciptaan efisiensi agar dapat dijangkau pasar dan dari segi kualitas harus memenuhi standar pasar.
Alhasil, adopsi teknologi manufaktur menjadi kewajiban bagi investor dan pelaku industri manufaktur agar mampu bertahan di pasar.
"Karena hal ini juga investasi di sektor manufaktur, khususnya di negara-negara berkembang, lebih banyak didominasi oleh PMA [penanaman modal asing], karena kebutuhan investasi teknologinya cukup berat," ujarnya.
Baca Juga
Kondisi ini yang membuat investasi di sektor manufaktur dianggap tidak mudah oleh pengusaha dalam negeri sehingga pemerintah dinilai perlu merespons tantangan tersebut.
Shinta menyebut ini juga termasuk upaya untuk menciptakan iklim usaha atau investasi di sektor manufaktur dengan baik agar kebutuhan investor dan pengusaha manufaktur dalam menciptakan produktivitas dan daya saing bisa dipenuhi di Indonesia.
"Kami sudah sering sampaikan bahwa iklim regulasi di sektor manufaktur masih perlu direformasi lebih lanjut agar lebih fit to market," tuturnya.
Di samping itu, Shinta menyebut sektor manufaktur perlu perubahan regulasi secara menyeluruh yang dibarengi dengan mempertimbangkan kebutuhan tiap-tiap subsektor dalam menarik investasi dan menciptakan daya saing output manufaktur di pasar.
Selama ini, menurut dia, reformasi kebijakan industri seperti hilirisasi masih menggunakan pendekatan yang umum meski belum tentu menciptakan daya tarik investasi yang sama di subsektor manufaktur lain selain nikel atau ekosistem kendaraan listrik.
"Reformasi regulasi ini pun juga mencakup regulasi seperti regulasi investasi, regulasi perdagangan, hingga regulasi terkait performance requirement di sektor manufaktur seperti kebijakan TKDN," ujarnya.
Tak hanya regulasi, industri manufaktur juga memerlukan infrastruktur keseluruhan mulai dari jalan, air, listrik, hingga infrastruktur non-fisik seperti kualitas SDM, penguasaan teknologi, daya dukung regulasi untuk penciptaan supply chain manufaktur yang efisien, serta akses untuk infrastruktur hijau seperti supply renewable energy, insentif dan perlindungan terhadap inovasi produk manufaktur.
Untuk diketahui, PMA di sektor manufaktur memiliki porsi 55,1% sebesar US$7,5 miliar atau setara Rp112,5 triliun pada periode ini. Sementara PMDN manufaktur sebesar Rp48,6 triliun dengan share 24,7%.
Adapun, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) lebih banyak menyasar sektor jasa dengan porsi 53% atau Rp104,5 triliun.