Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Buruh Menjerit, Tagih Revisi Permendag 8/2024

Buruh masih menunggu revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Pemusnahan barang impor ilegal oleh Satgas impor di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (18/8/2024)/ Bisnis.com - Dwi Rachmawati
Pemusnahan barang impor ilegal oleh Satgas impor di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (18/8/2024)/ Bisnis.com - Dwi Rachmawati

Bisnis.com, JAKARTA — Serikat pekerja/buruh masih menunggu revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan pihaknya masih menunggu revisi Permendag 8/2024. Menurut informasi yang dia terima, draft revisi Permendag sudah melindungi industri dalam negeri, sayangnya Menteri Perdagangan hingga saat ini menandatangani beleid itu.

“Sampai hari ini belum juga [revisi Permendag 8/2024 terbit], padahal dalam proses pekerjaan beberapa waktu lalu saya mendapatkan informasi draf revisinya sudah jadi dan menurut informasi itu bagus untuk melindungi dunia industri dalam negeri kita. Tapi kemudian sampai hari ini belum juga diteken revisi Permendag 8,” kata Ristadi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (30/5/2025).

Lebih lanjut, Ristadi juga menyebut bahwa para buruh mendapatkan harapan dengan adanya perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto untuk segera merevisi Permendag 8/2024 dalam forum Sarasehan Ekonomi pada Selasa (8/4/2025).

“Padahal dari waktu ada kegiatan Sarasehan Ekonomi Nasional, hampir satu bulan lebih kelihatannya, dan di situ Pak Presiden sudah langsung memerintahkan jika itu merugikan bangsa dan negara untuk direvisi, tapi hari ini juga belum muncul-muncul juga itu revisi,” ujarnya.

Menurut dia, revisi Permendag 8/2024 yang digadang-gadang bakal menerapkan persetujuan teknis (pertek) efektif meredam gempuran barang impor ilegal yang membanjiri pasar Indonesia.

Namun, lanjut Ristadi, beleid itu tidak akan terlalu banyak berdampak jika tak dilakukan pengawasan dan penegakan hukum yang ketat. Untuk itu, dia menuntut agar pemerintah serius dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap barang impor ilegal.

“Walaupun misalkan nanti revisi Permendag No. 8/2024 ini bagus, tetapi kalau kemudian tidak diiringi dengan pengawasan yang ketat, tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang bagus, saya kira sebagus apapun revisi Permendag No.8/2024 ini tidak akan terlalu banyak berpengaruh,” tuturnya.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan revisi Permendag 8/2024 sudah rampung dibahas. Sekretaris Jenderal Kemendag Isy Karim mengatakan bahwa saat ini revisi Permendag 8/2024 tengah dalam tahap finalisasi dan legalisasi.

“Saat ini, Permendag tersebut [revisi Permendag 8/2024] sudah selesai dibahas antar kementerian/lembaga dan sedang dalam tahap finalisasi dan legalisasi,” kata Isy kepada Bisnis, Selasa (3/6/2025).

Padahal sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi publik (public hearing) dengan meminta masukan kepada industri, pelaku usaha, pedagang, hingga masyarakat terkait rencana deregulasi dalam revisi Permendag 8/2024. Namun, Kemendag tetap melakukan kajian.

Kala itu, Mendag Budi mengatakan bahwa pihaknya akan menyelesaikan revisi Permendag pada pekan keempat Mei 2025. Namun, hingga awal Juni 2025, revisi beleid itu tak kunjung terbit.

“Jadi kemarin setelah public hearing memang kita kaji lagi. Tentu ada sedikit perubahan. Minggu ini akan kami selesaikan [revisi Permendag 8/2024]. Ya, Permendag impor, ekspor, dan perizinan akan kita selesaikan,” kata Budi dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Perdagangan dan Menteri BUMN di Kompleks Senayan DPR, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Budi menjelaskan bahwa ini merupakan paket deregulasi tahap pertama yang diracik oleh Kemendag. Setelah itu, lanjut dia, paket deregulasi tahap pertama itu akan dievaluasi.

“Nanti kalau misalnya memang harus berubah dari hasil evaluasi, kita akan lakukan untuk yang paket kedua,” ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar revisi Permendag 8/2024 tak merugikan industri dalam negeri.

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan dunia usaha menyambut baik langkah pemerintah yang telah menyiapkan perangkat regulasi yang salah satunya melalui revisi Permendag 8/2024. Namun, menurut Apindo, memandang revisi Permendag 8/2024 perlu menyeimbangkan dua prinsip penting.

“[Pertama] impor yang melemahkan daya saing industri nasional harus dikendalikan secara selektif dan berbasis risiko,” kata Shinta kepada Bisnis, dikutip pada Senin (2/6/2025).

Prinsip kedua, lanjut dia, di saat yang sama, impor bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan untuk proses produksi dan tidak tersedia di dalam negeri harus dipermudah karena bisa mengganggu kelangsungan produksi dan ekspor.

“Tentunya kesiapan masing masing industri berbeda beda. Oleh karenanya kebijakan yang dikeluarkan juga tidak bisa seragam untuk semua industri,” ujarnya.

Lebih dari itu, Shinta menambahkan bahwa Apindo juga mendorong penguatan kebijakan instrumen trade remedies, termasuk anti-dumping dan safeguard, untuk memberikan perlindungan adil bagi industri nasional dari praktik perdagangan yang merusak.

Impor Ilegal Picu PHK Massal

KSPN memperkirakan sebanyak 3 juta buruh/pekerja di industri padat karya, termasuk tekstil, terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Umum KSPN Ristadi mengatakan jutaan pekerja yang terancam PHK itu imbas barang impor maupun barang impor ilegal yang terus membanjiri pasar Indonesia. Sejumlah barang impor ilegal yang dimaksud di antaranya bahan baku seperti benang, kain, hingga bahan jadi.

“Data yang kami ketahui pekerja yang bekerja di sektor padat karya, karena yang banyak kami concern itu adalah padat karya, khususnya di tekstil, sandang, kulit itu kurang lebih sekitar 3 jutaan [pekerja ter-PHK], maka tentu akan terancam PHK yang paling banyak itu di sektor padat kaya kurang lebih sekitar 3 jutaan [pekerja],” ujar Ristadi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (30/5/2025).

Terlebih, Ristadi mengungkap pengusaha garmen lebih memilih membeli bahan baku barang impor untuk mempertahankan bisnis, ini lantaran harganya yang jauh lebih murah untuk bisa bersaing dengan barang-barang yang berasal dari jalur impor ilegal.

“Saya hitung-hitung agak masuk akal juga karena sudah pasrah ini barang-barang yang murah, yang menjamurnya dari illegal import dan segala macamnya seperti tidak tertahan dan seolah-olah seperti dibiarkan. Sehingga untuk bisa bertahan, pengusaha-pengusaha garmen akhirnya juga melakukan importasi bahan baku seperti kain,” ungkapnya.

Imbasnya, ungkap Ristadi, sebanyak 3 juta pekerja di industri tekstil terancam PHK jika pemerintah tak sigap mengatasi importasi barang ilegal di Tanah Air. Dia juga menyebut potensi ancaman PHK ini juga bisa merambat ke sektor lain, tak hanya di industri tekstil.

“Jika ini dibiarkan, di sektor padat karya 3 juta [pekerja] akan terancam [ter-PHK], dan belum sektor-sektor lain,“ imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper