Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang RI Diramal Lanjutkan Tren Surplus 46 Bulan Beruntun

Ekonom Bank Syariah Indonesia atau BSI meramal neraca dagang RI akan lanjutkan tren surplus 46 bulan beruntun.
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia. Foto udara suasana di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/9/2022). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia. Foto udara suasana di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/9/2022). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan kembali mencatatkan surplus untuk ke-46 kalinya secara beruntun pada Februari 2024.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan surplus pada Februari 2024 mencapai Us$1,94 miliar.

Menurutnya, surplus pada periode tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada Januari 2024 yang tercatat sebesar US$2,02 miliar.

"Neraca perdagangan Februari 2024 kami perkirakan akan mencatat surplus sebesar US$1,94 miliar, sedikit lebih rendah dari surplus Januari 2024 yang sebesar US$2,02 miliar," katanya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2024). 

Banjaran memperkirakan, penurunan surplus neraca perdagangan pada periode tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan ekspor menjadi US$21,65 miliar atau turun sebesar 5%-6% sari bulan sebelumnya.

Perkembangan ini menurutnya dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, hari kerja yang lebih terbatas selama Februari, dengan jumlah hari yang paling sedikit selama setahun dan beberapa libur panjang seperti long weekend Imlek dan Pemilu 2024. 

"Hari kerja efektif untuk pelayanan ekspor juga cenderung terbatas," jelasnya. 

Di sisi lain, Banjaran mengatakan bahwa perkembangan data permintaan ekspor Indonesia masih cukup tinggi, bahkan sedikit menguat. 

Hal ini seiring dengan salah satu leading indicator ekspor yaitu PMI Manufaktur Amerika Serikat (AS) yang meningkat dari 50,7 menjadi 52,2 pada Februari 2024.

Peningakatan ini mengindikasikan aktivitas bisnis di AS yang semakin meningkat dengan pertumbuhan konsumsi yang lebih cepat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. 

"Di sisi lain, permintaan dari mitra dagang utama Indonesia, yaitu China, juga relatif stabil dengan PMI Manufaktur yang stabil di 50,8-50,9 selama 3 bulan terakhir," jelasnya.

Banjaran menambahkan, dari sisi impor, diperkirakan terjadi penurunan tipis sebesar 3%-4% menjadi US$19,7 miliar, yang disebabkan oleh penurunan impor migas maupun nonmigas. 

Penurunan impor nonmigas seiring dengan PMI Manufaktur yang turun tipis dari 52,9 ke 52,7 pada Februari 2024 dan indeks keyakinan konsumen yang juga turundari 125,0 ke 123,1 pada Februari 2024. 

Menurutnya, tren ini didorong dari sikap wait and see pelaku usaha di tengah periode Pemilu dan persiapan transisi pemerintahan. 

"Namun demikian, impor tetap tumbuh positif dengan produsen yang mempersiapkan bahan baku menjelang lonjakan permintaan Ramadhan dan Idulfitri," kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper