Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) menilai pertumbuhan industri non-alcoholic ready-to-drink(NARTD) dapat melaju meski tumbuh konservatif di kisaran 4% hingga 5% tahun 2024.
Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan tahun ini merupakan kesempatan bagi industri minuman ringan untuk pulih, meskipun masih ada tantangan yang mesti diantisipasi.
"Kinerjanya belum baik, ini yang kami lihat petumbuhan industri minuman belum sustainable, kami harus berpikir ulang bagaimana kita bangun lebih baik," ujar Triyono, Rabu (13/3/2024).
Dia menyoroti tantangan terkait dengan krisis geopolitik, termasuk dinamika terkait perang Rusia-Ukraina, berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan mengganggu rantai pasokan global.
Selain itu, kemarau berkepanjangan juga mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagal negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku.
Salah satunya berimbas pada harga bahan baku seperti gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman yang lebih dari 50% masih harus diimpor.
Baca Juga
Triyono mencatat kenaikan harga gula rafinasi global meningkat hingga 16,48% dari tahun 2022 ke 2023 (year-on-year/yoy).
Terlebih, laju tingkat inflasi komponen harga pangan mencapai 8,47% pada Februari 2024, lebih tinggl dari laju inflasi secara umum yaitu 2,61% yoy.
"Hal ini berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, di mana fokus konsumen yang tersita oleh kebutuhan primer," ujarnya.
Di sisi lain, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, nilai ekspor minuman ringan mencapai US$99 juta dengan volume 130.000 ton, sedangkan nilai impor sebesar US$129 juta dengan volume 141.000 ton.
"Minuman ringan berkontribusi pada defisit neraca perdagangan. Kami dari kemenperin berupaya keras agar industri dalam negeri jadi tuan rumah di negeri sendiri," jelas Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantji Punguan Pintaria.