Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cukai MBDK Mau Diterapkan, Produsen Minuman Ringan Waswas Penjualan Melorot

Pengusaha minuman ringan memproyeksikan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan menekan kinerja industri.
Pengunjung memilih minuman kemasan di Super Market di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengunjung memilih minuman kemasan di Super Market di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) khawatir kinerja penjualan industri minuman akan melorot tahun ini seiring diterapkannya pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Penerapan cukai disebut akan diberlakukan mulai semester II/2025. 

Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan, pihaknya menyayangkan rencana yang akan diterapkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tersebut dan menilai dampak negatifnya akan sangat terasa bagi industri minuman siap saji. 

"Dengan dikenakan cukai, maka harga minuman MBDK di tingkat konsumen akan dipaksa naik. Hal ini tentunya pasti akan menurunkan tingkat penjualan produk minuman siap saji dalam kemasan," kata Triyono kepada Bisnis, Senin (13/1/2025). 

Dia menyebut, sekitar 100.000 perusahaan industri kecil, menengah, dan besar yang bergerak di sektor industri minuman siap saji yang tentunya akan menerima dampak negatif dari penerapan cukai MBDK. 

Dalam kondisi daya beli masyarakat sedang tertekan, menurut dia, penerapan cukai MBDK hanya akan menambah beban bagi konsumen. Apalagi, saat ini konsumen sangat selektif untuk membelanjakan uangnya lantaran harga bahan makanan dan minuman pokok, transportasi, dan energi yang naik. 

Terlebih, produk minuman siap saji bukan merupakan produk pangan primer. Dia pun mengkhawatirkan konsumen akan mengurangi konsumsinya jika ada kenaikan harga atau berkurangnya daya beli. 

"Penerapan cukai yang terburu-buru hanya akan menjadi beban tambahan yang luar biasa bagi industri yang berpotensi melemahkan daya saing bahkan berpotensi dapat mengakibatkan pengurangan tenaga kerja," ujarnya. 

Kendati demikian, Triyono memastikan pelaku usaha industri minuman sangat mendukung upaya untuk mengelola risiko penyakit tidak menular (PTM) dengan cara yang tepat. 

Menurut dia, upaya edukasi konsumen merupakan langkah penting agar konsumen memahami kandungan gula dapat ditemukan dalam produk makanan atau minuman, olahan dan/atau non-olahan, kemasan dan/atau non-kemasan dan mestinya disesuaikan dengan kebutuhan masing. 

Terlebih, dalam kajian IPB 2019 menunjukkan bahwa konsumsi pangan di Indonesia di dominasi pangan non-olahan sebesar 70% sedang pangan olahan hanya sebesar 30%. MBDK adalah hanya sebagian dari kategori pangan olahan.  

Kajian oleh SEAMEO RECFON (2015) menunjukkan minuman berpemanis hanya berkontribusi sebesar 6,5% dari total asupan kalori konsumen Indonesia. Bahkan, data Total Diet Study (2014) dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa minuman hanya berkontribusi sebesar 4% dari total konsumsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper