Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan perolehan cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK hingga Rp3,8 triliun tahun ini. Pengenaan cukai diperkirakan dimulai pada paruh kedua 2025.
Target 'pajak dosa' minuman berpemanis itu telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025.
Dalam Lampiran I Perpres Rincian APBN 2025, ditetapkan total penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,91 triliun pada tahun depan. Dari 35 sumber perpajakan, salah satunya yaitu cukai MBDK sebesar Rp3,8 triliun.
Penerapan cukai minuman manis sebenarnya sudah direncanakan bertahun-tahun lalu. Misalnya, melalui Perpres 76/2023, pemerintah sudah mematok target cukai MBDK senilai Rp4,39 triliun pada 2024, tetapi kebijakannya tidak kunjung berlaku.
Wacana pengenaan cukai minuman manis muncul kembali pada tahun ini, dilengkapi dengan pernyataan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bahwa cukai MBDK akan berlaku setidaknya semester II/2025.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan pada dasarnya implementasi tersebut telah tercantum dalam Undang-Undang APBN 2025.
"Kalau sesuai jadwal semester dua ya, semester II/2025," ujar Nirwala dalam Media Briefing di kantor DJBC, Rawamangun, Jakarta pada Jumat (10/1/2025).
Menjelang penerapan, pemerintah masih harus menyiapkan sederet aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), hingga Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen).
Baca Juga : Kemenperin Blokir Penjualan iPhone 16, Bea Cukai: 5.448 Unit Masuk ke Indonesia selama Januari-Oktober 2024 |
---|
Menurut Nirwala, inti pengenaan cukai minuman manis adalah untuk mengurangi konsumsi gula tambahan. Cukai itu tidak akan menyasar gula dalam konsumsi utama, melainkan dengan mematok batas kandungan minimal suatu barang untuk terkena cukai minuman manis.
"Kalau konsumsi utama, kayak makan nasi juga itu gulanya tinggi [mengandung gula], penekanannya di sini adalah mengurangi konsumsi gula tambahan," ujar Nirwala.
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Akbar Harfianto menyampaikan saat ini pihaknya memang masih mengkaji skema yang rencananya dijalankan pada semester II/2025 tersebut.
Skema tersebut terdiri atas pengenaan cukai di tingkat industri, pabrik, atau perusahaan MDBK atau on trade dan tarif cukai di tingkat gerai/ritel atau off trade.
"Nah, mana yang akan dikenakan, ini kita masih lakukan pembahasan secara teknis. Tetap kami akan memperhatikan kan beban administrasi dibandingkan dengan impact-nya," ujar Akbar dalam kesempatan yang sama.
Dalam penerapan tarif bagi minuman dengan pemanis tambahan ini, Akbar masih akan melihat referensi dari penerapan serupa di negara lain.
Selain itu, ambang batas tambahan gula yang akan bebas dari cukai ataupun dikenakan cukai juga masih digodok dengan melihat contoh dari negara-negara lain.
Pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menetapkan ketentuan tersebut. Satu hal yang dipastikan oleh Akbar, bahwa pihaknya berjanji tidak akan memberatkan pihak terkait pada awal implementasi.
"Kalau besarannya, pastinya kita tidak akan kemudian memberikan beban yang terlalu berat pada awal pengenaannya," jelasnya. (Surya Dua Artha Simanjuntak)