Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha pengelola pusat perbelanjaan khawatir ekspansi mal-mal baru tahun ini akan cenderung lesu. Meskipun optimisme mengembalikan okupansi mal hingga 90% seperti sebelum pandemi masih membara.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja mengatakan, kekhawatiran mereka muncul seiring banyaknya pelaku usaha ritel mulai mengurangi bahkan menunda pembukaan gerai baru pada tahun ini. Menurutnya, fenomena itu menjadi ancaman bagi keberlangsungan industri pusat perbelanjaan di Indonesia.
"Di akhir 2023, kami khawatir karena tiba-tiba banyak retailer dalam business plan-nya itu mengurangi ataupun bahkan menunda pembukaan toko-toko baru," ujar Alphonzus dalam konferensi pers Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Selasa (16/1/2024).
Dia berujar, pelaku ritel dan pusat perbelanjaan sudah mengalami pukulan telak hampir tiga tahun akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pertumbuhan bisnis yang signifikan saat ini, membuka gerai baru dianggap menjadi langkah yang paling realistis.
"Menurut saya pertumbuhan [bisnis] signifikan tidak bisa bergantung hanya pada toko yang eksisting. Untuk mendapatkan pertumbuhan double digit itu harus membuka toko baru," bebernya.
Alphonsuz menyebut, dari 400 anggota APPBI, sebanyak 250 anggota menjalankan bisnisnya di wilayah Jawa dan Bali. Sementara 100 anggota lainnya menjalankan bisnisnya di Jakarta. Artinya, peluang membuka mal dan gerai baru masih terbuka lebar di wilayah-wilayah lainnya di seluruh Indonesia.
Baca Juga
"Tetapi yang jadi masalah tadi, situasi kondisi semakin tidak kondusif untuk bertumbuh," jelasnya.
Namun, dia menduga sejumlah faktor telah memicu stagnasi bisnis ritel tahun ini antara lain adanya kebijakan pembatasan impor yang secara tiba-tiba dilakukan pemerintah. Restriksi impor dianggap berisiko terhadap rantai pasok dan ketersediaan barang-barang yang dibutuhkan oleh bisnis ritel.
Sebagaimana diketahui, pemerintah pada akhir 2023 mengeluarkan kebijakan impor dengan mengembalikan pengawasan impor dari post border menjadi border. Aturan itu tertuang dalam Permendag No. 36/2023.
Padahal, menurut Alphonsuz seharusnya pemerintah lebih fokus untuk memberantas impor ilegal, alih-alih melakukan pembatasan impor. Sayangnya, Alphonsuz menilai belum ada upaya maksimal dari pemerintah untuk mengatasi persoalan barang impor ilegal.
"Kalau barang impornya yang diatur diperketat tapi barang ilegalnya dibiarkan, ini impornya dilarang barang ilegalnya semakin masif," bebernya.
Di sisi lain, penerapan kebijakan antara online store dengan offline store dianggap masih belum berkeadilan. Regulasi masih berat pada bisnis yang berbasis toko atau offline.
Padahal, menurut Alphonsuz peredaran barang impor ilegal justru marak terjadi di penjualan secara online. Sedangkan barang-barang yang dijual secara offline di gerai-gerai cenderung dibebani oleh ketentuan dan pengawasan yang ketat mulai dari pajak hingga ihwal perizinan.
"Kita tidak takut sebenarnya dengan online sepanjang di medan perang yang sama," katanya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, (20/12/2023), pada 2023 PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI) dalam keterangan resminya menyebut telah membuka sebanyak 49 gerai baru Alfamidi dan 454 gerai baru Lawson. Adapun pada 2024 MIDI menetapkan target yang moderat dengan 200 gerai baru Alfamidi. Jumlah itu lebih banyak dari realisasi per November yang tembus 49 gerai.
Namun, untuk gerai Lawson, perseroan justru menargetkan pembukaan gerai baru yang yang lebih sedikit dari target 500 gerai pada 2023. MIDI hanya menargetkan pembukaan 250 gerai baru Lawson pada 2024.