Bisnis.com, JAKARTA - Di balik seruan aksi boikot produk yang dituding pro-Israel, muncul peluang bagi produk UMKM untuk beraksi di dalam rantai pasok.
Sekretaris Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Koko Haryono, mengatakan UMKM punya peluang menyediakan barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, terutama sebagai alternatif dari produk yang dituding pro-Israel.
"Walaupun kita juga tidak bisa membenarkan di atas kesulitan orang kita bisa mengambil keuntungan tentunya, tapi UMKM bisa mengisi kekosongan itu," ujar Koko saat ditemui di Smesco, Rabu (29/11/2023).
Di antara produk yang ramai menjadi sasaran boikot, tanpa menyebut merek, dia mencontohkan makanan cepat saji berbahan dasar ayam dan minuman kemasan menjadi peluang UMKM untuk menyediakan alternatif produk serupa bagi konsumen.
Kendati punya aji mumpung untuk menggantikan produk yang diboikot, pemerintah belum sampai pada upaya khusus mendorong UMKM memanfaatkan peluang tersebut.
Pasalnya, meskipun aksi boikot produk yang dituding pro-Israel masih menyeruak sampai saat ini, Koko menegaskan bahwa masyarakat tetap berhak memilih produk yang akan mereka konsumsi. Artinya, peluang UMKM tetap bergantung pada permintaan di masyarakat.
Baca Juga
"Masih normatif saja kita dorong program pemerintah [untuk UMKM] tapi tidak secara spesifik untuk mengisi kekosongan," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengatakan, peritel dan penyewa pusat perbelanja yang menjadi anggota Hippindo sempat mengalami penurunan omzet penjualan.
Budihardjo menyebut omset penjualan mereka anjlok hingga 40% imbas dari aksi boikot produk yang diduga pro-Israel.
"Penurunan [omzet] 10-40% paling besar, tapi sekarang sudah mulai pulih lagi," kata Budihardjo dalam kesempatan yang sama.
Kendati begitu, dia menilai saat ini secara perlahan masyarakat mulai sadar untuk tidak memboikot produk yang diduga pro-Israel. Pasalnya, menurut dia mayoritas produk yang dituding pro-Israel di media sosial ternyata dibuat di Indonesia dan melibatkan komponen lokal, termasuk tenaga kerja.
"Karena sudah diterangkan bahwa yang diboikot itu produk made in Indonesia. Misalnya kita ngomong KFC, kan ayamnya buatan peternak kita. Masyarakat sudah sadar yang diboikot itu buatan bangsaku sendiri, jadi mulai naik lagi penjualannya gitu loh," jelas Budihardjo.