Bisnis.com, JAKARTA - Ethiopia menjadi negara Afrika yang paling baru mengalami gagal bayar setelah berakhirnya masa tenggang pada Senin (11/12) yang seharusnya membayar kupon sebesar US$33 juta pada 11 Desember 2023 atau sebesar Rp512 miliar.
Mengutip Bloomberg, Selasa (26/12/2023) Ethiopia telah melewati masa tenggangnya pada Senin (25/12) dengan pihak pemerintah yang mengatakan bahwa alasan tidak dilakukannya pembayaran tersebut karena ingin memberikan sikap yang adil.
“[Pemerintah tidak ingin melakukan pembayaran karena] ingin memperlakukan semua kreditor dengan cara yang sama,” jelas Menteri Keuangan Ethiopia, Ahmed Shine.
Penasihat reformasi senior di Kementerian Keuangan pada hari Senin (25/12) Hinjat Shamil juga mengonfirmasi bahwa pembayaran tersebut belum dan tidak akan dibayarkan. Ethiopia mencapai kesepakatan dengan kreditor bilateral bulan lalu untuk menangguhkan pembayaran utang.
Dengan gagal bayar tersebut, maka hal ini menempatkan Ethiopia di antara sejumlah negara berkembang lainnya yang gagal membayar Eurobond dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Zambia, Ghana, dan Sri Lanka.
Kemudian, sebagai balasan atas usulan restrukturisasi, pemerintah meminta pemegang obligasi untuk memperpanjang jatuh tempo amortisasi dari Juli 2028 hingga Januari 2032, dan mengurangi kupon menjadi 5,5% dari saat ini 6,625%, dengan nilai nominal tetap sebesar US$1 miliar.
Baca Juga
Dengan kebijakan tersebut, maka kreditor tidak perlu merugi atas kepemilikan mereka.
Di lain sisi, Sebuah komite pemegang obligasi ad hoc awal bulan ini menyatakan bahwa keputusan untuk tidak melakukan pembayaran dianggap tidak perlu dan disayangkan.
Ethiopia kini juga sedang berupaya menegosiasikan kembali kewajibannya melalui Kerangka Kerja Bersama Kelompok 20 (G20), yang mulai mendapatkan momentum setelah Zambia dan Ghana mencapai kemajuan dalam restrukturisasi utang mereka.
Hal tersebut memungkinkan adanya keringanan utang dari pemberi pinjaman publik dan swasta dapat dikoordinasikan untuk menetapkan standar perlakuan urang.
Ethiopia pada prinsipnya mencapai kesepakatan dengan kreditor bilateral untuk menangguhkan pembayaran utang, setelah berupaya menyelesaikan kewajibannya sejak tahun 2021 ketika perang saudara di wilayah utara Tigray memperburuk sentimen investor dan melemahkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan catatan Bisnis, Fitch Ratings menurunkan peringkat Ethiopia menjadi C, satu tingkat di atas default pada Kamis (14/12) dan Moody’s Investors Service menempatkan Ethiopia pada peringkat keempat terendah dengan prospek stabil.
Perekonomian Ethiopia juga masih terguncang akibat inflasi yang tinggi, kekurangan mata uang dan pembayaran utang luar negeri yang terus meningkat lebih dari satu tahun.
Pada Kamis (14/12) pemerintah negara tersebut juga melakukan panggilan untuk investor pada obligasi tersebut yang jatuh tempo pada Desember 2024, yakni sebuah upaya yang dilakukan setelah pembicaraan dengan sekelompok pemegang obligasi gagal.