Bisnis.com, JAKARTA – Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berharap dapat kembali melanjutkan bantuan pangan terhadap Ethiopia secepatnya di bulan depan setelah mereka mendapat kontrol penuh terhadap penerima bantuan.
Melansir Reuters, Kamis (22/6/2023), pada bulan Mei, WFP menghentikan bantuan pangan ke wilayah Tigray utara dan kemudian ke seluruh Ethiopia bulan ini sebagai tanggapan atas aksi pencurian dan penyelewengan yang meluas.
Pada kedua kasus tersebut, pengumuman ini muncul setelah AS mengatakan bahwa mereka juga melakukan hal yang sama.
Diperkirakan, WFP telah memberikan bantuan pangan darurat terhadap hampir 6 juta orang.
Seorang asisten direktur eksekutif WFP yang bertanggung jawab atas pengembangan program dan kebijakan, Valerie Guarnieri, mengatakan bahwa WFP ingin mengurangi kewenangan pejabat pemerintah lokal dan regional untuk memutuskan siapa yang berhak menerima bantuan pangan.
"Kami ingin memiliki keterlibatan yang lebih langsung sebagai WFP dan mitra organisasi non-pemerintah kami dalam proses pemilihan penerima bantuan," kata Guarnieri kepada Reuters.
Baca Juga
Menurutnya, para penyelidik WFP telah mengidentifikasi berbagai kelemahan dalam sistem pemantauan badan tersebut, terutama di Tigray, di mana para donor meningkatkan bantuannya setelah kesepakatan perdamaian pada bulan November yang mengakhiri perang.
Guarnieri menjelaskan bahwa bantuan di Tigray dan sejumlah kamp pengungsi dapat dilanjutkan pada paruh kedua bulan Juli setelah WFP menerima umpan balik positif dari pihak berwenang terkait.
Berdasarkan pengakuan Guarnieri, mereka tidak memiliki informasi terkait pihak yang berada di balik penyalahgunaan tersebut dan hingga saat ini masih dalam penyelidikan.
Di tengah penyelidikan yang sedang berlangsung, pemerintah Ethiopia juga mengkritik bahwa penghentian donasi yang dilakukan justru akan memperdalam krisis kemanusiaan.
Sementara itu, Guarnieri sepakat dengan keputusan yang diambil oleh WFP bahwa donasi perlu sampai di tangan yang tepat yang membutuhkan.
"Saya rasa reformasi yang diperlukan mungkin membutuhkan langkah yang agak drastis untuk melakukan perubahan," ujarnya.