Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian angkat bicara soal dugaan maladministrasi penerbitan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih.
Sebelumnya, Ombudsman melakukan investigasi dugaan penyelewengan yang dilakukan oknum Kementan dalam penerbitan RIPH kepada importir.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengakui banyak importir nakal yang tidak melakukan wajib tanam setelah mendapatkan RIPH dan surat persetujuan impor (SPI) bawang putih.
"Memang banyak [importir] yang tidak melakukan wajib tanam, tapi banyak juga yang melakukan wajib tanam," ujar Prihasto saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (8/11/2023).
Prihasto yang saat ini merangkap Plt. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan pun mengaku telah menindak para importir nakal yang tidak melakukan wajib tanam bawang putih. Sebagaimana diketahui, selama ini wajib tanam dilakukan importir setelah RIPH dan SPI bawang putih diterbitkan.
"Kita blacklist, enggak boleh impor lagi," tutur Prihasto.
Baca Juga
Kendati begitu, Prihasto enggan berkomentar lebih jauh ihwal dugaan adanya oknum Kementan yang melakukan pungutan liar terhadap importir untuk memperlancar penerbitan RIPH bawang putih.
"Tanya Ombudsman," ucap Prihasto.
Di sisi lain, Menteri Pertanian Amran Sulaiman justru meragukan ada oknum dari instansinya yang terlibat dalam dugaan maladministrasi penerbitan RIPH bawang putih yang tengah diinvestigasi oleh Ombudsman.
"Ada dari Kementerian? ada enggak hubungannya dengan kementerian?" ucap Amran dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika membeberkan bahwa pihaknya menemukan adanya sejumlah permasalahan pelayanan penerbitan RIPH bawang putih di Kementerian Pertanian.
Ombudsman menemukan adanya pemberian biaya penanaman bawang putih dari importir yang jumlahnya kurang dari kebutuhan petani. Hasil pantauan Ombudsman di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung ditemukan biaya penanaman bawang putih sebesar Rp70 juta per hektare per musim tanam. Namun, kata Yeka, sejumlah importir hanya memberikan dana biaya tanam kepada petani pelaksana wajib tanam bawang putih sebesar Rp15 juta - Rp 20 juta per hektare.
Selain itu, masalah kedua yang ditemukan Ombudsman yakni adanya calo dalam pengurusan wajib tanam para importir. Ombudsman menemukan seorang calo di Temanggung yang mengelola wajib tanam bawang putih untuk 16 perusahaan importir bawang putih.
Lebih lanjut, Ombudsman juga menemukan fakta bahwa importir penerima RIPH bawang putih tidak melaksanakan kewajiban tanam. Importir yang sudah mendapatkan RIPH dan surat persetujuan impor (SPI) tidak menjalankan wajib tanam.
"Setelah dilakukan analisis, ternyata importir tersebut lebih memilih untuk membuat perusahaan baru untuk memohon impor di tahun berikutnya, daripada melaksanakan kewajiban wajib tanam bawang putih. Karena biaya untuk membuat perusahaan lebih rendah," ungkap Yeka dalam keterangan resmi, Rabu (8/11/2023).
Dia menyebut, untuk mendirikan perusahaan baru diperlukan biaya sekitar Rp13 juta, sedangkan biaya wajib tanam bawang putih mencapai Rp70 juta per hektare.
Yeka menambahkan, pihaknya juga menemukan adanya dugaan praktik pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih. Berdasarkan keterangan pelapor dan seorang importir mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum dari Kementerian Pertanian sekitar Rp200-Rp250 per kilogram untuk melancarkan penerbitan RIPH bawang putih.
Adapun, masalah terakhir, yakni penerbitan RIPH bawang putih yang melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas). Kementan diketahui telah menerbitkan RIPH bawang putih sebanyak 1,2 juta ton per 17 Oktober 2023. Padahal, kuota impor tahun ini ditetapkan sebanyak 561.926 ton.