Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Baru Impor Bahan Baku Industri Terbit, Importir Butuh Sosialisasi

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia meminta penjelasan lebih lanjut tentang barang impor yang masih dilarang dalam PP No. 46/2023.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengapresiasi langkah pemerintah mempermudah impor bahan baku/penolong bagi importir beridentitas umum (API-U) yang sebelumnya dilarang sejak Desember 2022 lalu.

Adapun, kebijakan yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2023 tentang Perubahan atas PP No. 28/2021 tentang penyelenggaraan bidang perindustrian. 

Ketua Umum GINSI Subandi mengatakan, aturan tersebut menjadi harapan bagi importir umum untuk kembali berusaha. Namun, pengusaha masih membutuhkan mengenai informasi teknis pelaksanaan dari aturan tersebut. 

"Kami ingin menyelenggarakan dan memfasilitasi semacam sosialisasi kepada anggota, tetapi pemerintah masih susah sekali diminta jadi narasumber," kata Subandi kepada Bisnis, Jumat (6/10/2023). 

Adapun, aturan larangan impor bagi API-U tercatat dalam Pasal 19 ayat 1 dalam PP 28/2021. Hal ini menjadi permasalahan utama bagi importir, di mana kebijakan impor bahan baku/penolong yang hanya dapat dilakukan oleh perusahaan industri yang memiliki identitas sebagai importir produsen (API-P). 

Sementara itu, dalam revisi PP tersebut ditambahkan ayat 1a yang mengizinkan API-U untuk mengimpor bahan baku/penolong, kendati pada ayat 1b izin tersebut berlaku untuk bahan-bahan tertentu. 

Untuk itu, Subandi meminta penjelasan lebih lanjut tentang barang impor yang masih dilarang. Sosialisasi dalam hal ini penting untuk memberikan kejelasan bagi importir yang selama ini telah menanggung kerugian besar akibat larangan impor bahan baku/penolong. 

"Banyak pelaku usaha yang dari Desember 2022 tidak bisa melakukaan usaha, karyawan di-PHK, kontrak yang selama ini sudah disepakati tidak ter-supply, itu yang kadang-kadang pemerintah nggak mau dengar secara utuh," ungkapnya.

Sebelumnya, GINSI mengungkap bahwa pelaku usaha kehilangan omzet hingga triliunan rupiah. GINSI mengeklaim, negara juga akan mengalami kerugian seiring melemahnya kinerja impor bahan baku. 

Sejak berlakunya aturan tersebut, kalangan importir pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum (API-U) mengaku kesulitan melakukan importasi yang berpotensi membuat gejolak di sektor industri manufaktur.

Wakil Ketua Umum GINSI Erwin Taufan mengatakan, pemberlakuan beleid tersebut telah menyebabkan kerugian materil bagi para importir umum. Untuk itu, dia mendorong revisi PP No.28/2021 untuk segera disahkan oleh Presiden Joko Widodo.  

"Harapan kita secepatnya lah itu Pak Presiden untuk menandatangani revisi PP 28 dan 32. Ini sangat sangat mendesak, sudah hampir Rp20 triliun kerugiannya," kata Taufan kepada Bisnis, Senin (14/8/2023). 

Total kerugian tersebut mencakup perputaran uang yang terhenti di kalangan importir sejak akhir tahun 2022. Bahkan, selama 3 bulan terakhir, anggota GINSI telah mengenakan 156 pita cukai pada produknya dengan nilai Rp10 triliun. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper