Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Ungkap Dampak Ngeri Jika Peritel Boikot Minyak Goreng

Industri juga tidak bisa melakukan ekspor lantaran adanya kebijakan yang mewajibkan industri untuk memasok ke dalam negeri.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, SEMARANG - Rencana Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memboikot minyak goreng jika pemerintah tidak membayar utang minyak goreng dalam waktu dekat akan memicu kekacauan di tengah masyarakat.

Direktur Eksekutif Gimni Sahat M. Sinaga menyampaikan, dampak akibat hilangnya minyak goreng dari ritel sangat berbahaya, bahkan memicu kekacauan, serta menguras lebih banyak anggaran pemerintah untuk menanggulangi kekacauan tersebut. 

“Kalau chaos lebih besar lagi biayanya. Siapa yang tanggung jawab terhadap hal ini?” kata dia kepada Bisnis, Senin (21/8/2023).

Sahat menuturkan, pemboikotan tersebut akan memberikan efek domino. Jika ritel tidak berjalan, maka konsekuensinya kepada semua industri. Akibatnya, industri tak lagi membeli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, dan memicu amarah para petani.

“Ini kok nggak dipikirin [pemerintah]. Persoalan semudah ini saja kita tidak selesai, apalagi yang besar,” ujarnya.

Industri juga tidak bisa melakukan ekspor lantaran adanya kebijakan yang mewajibkan industri untuk memasok ke dalam negeri. Dalam Keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 82 tahun 2022 mengatur kewajiban DMO 300.000 ton per bulan berdasarkan kapasitas serta rasio pengasli dasar untuk kegiatan ekspor 1:4.

Gimni mencatat pada semester I/2023 penjualan minyak goreng tercatat sekitar 3,8 juta ton. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 4,15 juta ton. 

“Terjadi penurunan penjualan, saya nggak ngerti kenapa,” ungkapnya.

Melihat dampaknya yang cukup besar, Sahat mendesak pemerintah untuk segera membayar utangnya ke peritel. Dia menilai, pemerintah justru memperumit permasalahan dengan membawa hasil audit hingga ke Kejaksaan Agung (Kejagung). 

“Jangan terlalu diribetkan,” kata dia.

Seperti diketahui, Aprindo kembali mengancam untuk mengurangi bahkan menghentikan pembelian minyak goreng dari distributor jika pemerintah tidak segera membayar rafaksi minyak goreng.

Selain itu, peritel juga berencana untuk berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenpolhukam), pemotongan tagihan kepada distributor oleh perusahan peritel, serta gugatan hukum ke PTUN melalui kuasa perusahaan peritel kepada Aprindo. 

“Aprindo sendiri tidak bisa membendung rencana-rencana tersebut. Aprindo nggak ada menginisiasi,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey di Jakarta, Jumat (18/8/2023). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper